Impian yang Mekar di Musim Semi : Prolog

"Sudah ada banyak orang yang membuktikan bahwa impian bisa menjadi nyata, dan aku ingin menjadi salah satunya."

Kalimat ini adalah yang paling sering aku ucapkan ke diri sendiri sejak dulu. Ingin membuktikan, bahwa beneran nggak sih impian itu bisa menjadi nyata. Beneran nggak sih hal yang selama ini hanya kita bayangkan bisa diwujudkan dalam bentuk yang sebenarnya. Beneran nggak sih posisi yang sangat tinggi itu bisa kita raih bahkan kita peluk.

Hingga pada akhirnya saat itu tiba, ketika impian yang awalnya terasa sangat tinggi itu akhirnya tepat di depanku. Impian yang awalnya terlihat sangat besar tak teraih itu akhirnya bisa kupeluk.

Impian yang awalnya cuma bisa aku lihat sebatas layar laptop atau gambar dari internet itu akhirnya bisa kuambil sendiri fotonya tanpa penghalang layar apapun.

***

Setiap yang mengenalku sepertinya tahu kalau impian terbesarku selalu "pergi ke Jepang". Kalau lihat ke postingan blog sebelum-sebelum ini juga udah berapa kali aku ngomongin negara impian ini. Ya, Jepang selalu menjadi negara favorit sejak kecil. Sebenarnya awalnya dulu cuma suka sama anime dan alamnya, tapi semakin besar aku jadi semakin menyukai budaya dan orang-orangnya. Dan sejak saat itu, aku berjanji kepada diri sendiri bahwa suatu saat nanti harus bisa pergi ke Jepang.

Dan ternyata prosesnya tidak sesederhana yang dipikirkan.

Pertama kali mencoba "meraih Jepang" adalah waktu kelas 1 SMA. Waktu itu ada seleksi pertukaran pelajar yang salah satu kakak kelasku ikuti, dan itu ke Jepang. Karena waktu itu dari awal aku udah nggak yakin (dan sekarang kalau dipikir, aku membenci sisiku yang ini), akhirnya beneran gugur di seleksi pertama. Kecewa pasti dong, apalagi salah satu teman dekat berhasil lolos ke tahap wawancara. Setelah itu aku pikir sepertinya aku emang belum cukup besar untuk impian besarku ini. Maka setelah itu mulailah "membesarkan diri" dengan mencoba aktif ikut lomba di beberapa bunkasai universitas di Surabaya, apalagi sejak membuat klub bahasa Jepang waktu kelas 3.

Impian ini tetap berlanjut ketika sudah masuk universitas. Saat itu aku memasang impian ini ke jangka waktu yang lebih jelas, yaitu "pergi ke Jepang April 2015" yang mana aku masih punya waktu sekitar 2 tahun untuk menyiapkan diri.

Tapi lagi-lagi sisi yang kini paling kubenci itu muncul lagi: keragu-raguan.

Serius kesel. Ditambah informasi tentang orang-orang di sekitarku yang berhasil menggapai Jepang. Saat itu aku mulai frustasi, semakin ragu, dan takut. Pertanyaan semacam, "emang aku bisa ke Jepang?", "2015 itu bentar lagi dan kamu belum ngapa-ngapain?" dan "apakah impianku terlalu tinggi?" mulai berdatangan. Mungkin terdengar berlebihan, tapi memang ada kalanya waktu sendirian dan memikirkan semua itu membuat hatiku sesak. Aku belum ngapa-ngapain dan ya, April 2015 itu memang sebentar lagi.

Hingga akhirnya salah satu keputusan yang kini aku sesali itu datang: memundurkan batas waktu. Dari yang April 2015 ke Agustus 2015.

Yang lagi-lagi berulang dengan keraguan hingga Agustus berakhir.

Saat itu aku berpikir, mungkin aku kurang berusaha. Mungkin aku masih belum sebesar impianku. Mungkin diriku yang sekarang memang belum pantas bersanding dengan impian setinggi itu. Dan salah satu yang kusadari adalah, aku memang belum punya salah satu syarat terpenting buat ke luar negeri: paspor.

Akhirnya Desember 2015 aku membuat paspor tanpa tau mau kemana, dengan berjanji ke diri sendiri kalau aku harus ke luar negeri dalam jangka waktu 5 tahun ke depan.

Sebuah tulisan yang aku baca mengatakan bahwa memiliki paspor adalah gerbang menuju ke luar negeri. Dan ya, sejak itu aku jadi nggak takut buat ikut program internasional yang diadakan universitas (yang selalu meminta persyaratan paspor). Meski pada akhirnya berkali-kali gagal dan lagi-lagi membuat frustasi. Tapi seperti kalimat yang ada di paling atas postingan ini, bahwa aku harus menjadi salah satu bukti bahwa impian bisa menjadi nyata. Aku harus menjadi salah satu dari sekian banyak orang yang akan menceritakan tentang keajaiban impiannya.

Hingga saat itu tiba.

Desember 2016, setahun setelah memiliki paspor, aku dinyatakan lolos salah satu program culture exchange ke Jepang pada April 2017.

Ya, April.

Itulah hal yang membuatku sampai sekarang menyesal. Kenapa waktu itu aku memundurkan batas waktuku sendiri karena pada akhirnya tetap kembali ke April dengan tahun yang mundur karena kesalahanku sendiri.

Tapi biarlah itu menjadi salah satu pelajaran besar buatku, bahwa seharusnya kita tidak merendahkan tingkatan impian kita. Biarkan ia tetap ada di atas sana dan kita sendiri yang berusaha menjadi lebih tinggi dan lebih besar untuk dapat menggapainya.

Karena saat ini impian yang awalnya terasa sangat tinggi itu akhirnya berada hampir sejajar dengan garis mataku.

Jepang, aku akan segera datang padamu!

***

"Meski impianmu terlihat akan hancur, percayalah bahwa ia tetap akan menjadi nyata."
(NEWS - Full Swing)
________

Komentar