"Ceritakan pengalaman lucu, berkesan, atau menakutkan selama kamu ada di sini."
Aku mulai memutar mundur memoriku selama setengah tahun belakangan ketika Natasha selesai membacakan pertanyaan di Graduation tersebut. Segala pengalaman yang tidak bisa disebutkan satu persatu mulai berebutan muncul, pengalaman yang membuat aku hanya bisa berdiam diri di kosan dan tidak bisa ke kantor untuk beberapa hari, pengalaman yang membuat aku merasa bahwa ada alasan di balik segala jejak yang kutinggalkan di sini, sampai akhirnya muncul serangkaian pengalaman yang mengarah ke kategori...menakutkan.
"Mungkin aku lebih ke cerita menakutkan kali ya?" Teman-teman terlihat mulai bergidik ngeri. "Eh tapi bukan tentang hantu atau semacamnya, hehe. Tapi---"
Saat itulah, segala memoriku yang selesai aku putar mundur di dalam otakku kembali berputar maju.
Sebuah..., tidak, 3 buah pengalaman menakutkan yang pernah aku rasakan selama setengah tahun di sini. Pengalaman paling menakutkan, sekaligus paling tidak tergantikan setelah aku mengucapkan janji ke diri sendiri untuk "berlari" lebih cepat lagi.
Kalau ditanya apa aktivitas yang aku sukai, maka aku akan menjawab salah satunya adalah "kabur". Kabur berarti meninggalkan segala yang sedang aku lakukan sekarang untuk melihat hal lain di luar ruang lingkup tersebut, kabur berarti mencoba meletakkan kacamata yang selama ini dipakai kemudian menyimpannya rapat-rapat sebelum akhirnya memakai kacamata lain yang sama sekali berbeda bentuknya dengan kacamata sebelumnya.
Kabur berarti, meninggalkan apa yang sudah aku pelajari selama 5 tahun ke belakang di bangku kuliah untuk belajar hal lain jauh di luar ruang lingkup itu.
Dan itulah alasan kenapa aku memilih Strategic Intern, padahal ada posisi Creative Intern yang lebih sesuai dengan background-ku, saat mendaftar ke IMagang, sebuah program magang selama 3 bulan yang diadakan oleh Indonesia Mengajar.
Selayaknya cerita dongeng, seorang tokoh yang kabur dari istananya karena ingin melihat hal lain di luar rutinitas biasa akan dihadapkan dengan hal-hal yang tidak pernah ada di pikirannya selama ini, termasuk serangkaian ketakutan-ketakutan yang selama ini dia simpan, yang ternyata keluar satu persatu seiring dengan langkah kakinya.
Dan salah satu ketakutan dari 3 ketakutan terbesarku lah yang menyambutku saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sini, di kantor yang berada di Jalan Senayan Bawah ini.
Ketakutan bernama...perubahan.
Sebenarnya ini adalah sesuatu yang sedang kucoba antisipasi setelah memutuskan untuk kabur dulu dari dunia desain, tapi aku tidak menyangka bahwa pekerjaan pertama yang aku lakukan adalah dari dunia yang tidak pernah membuatku tertarik untuk memasukinya: marketing. Yap, pekerjaan pertamaku adalah meriset perusahaan dan fokus CSR-nya--lebih baik lagi kalau bisa tahu alokasi dana mereka untuk CSR itu seberapa. Mendengar itu aku hanya bisa...internal screaming, haha. Aku tidak menyangka perubahan dari dunia desain akan menjadi sejauh ini! Aktivitasku selama 5 tahun ini di aplikasi gambar berubah ke aplikasi hitung. Aku mencoba mendekatkan diri lagi dengan Excel, yang tidak pernah aku sentuh secara intens lagi sejak...SMA? Dan mendekatkan diri ke istilah-istilah di dunia marketing yang semuanya tampak asing.
Masih satu perubahan. Oke, aku bisa melaluinya. Setidaknya itu yang kupikirkan sampai ternyata di hari itu juga ada agenda Reboan, agenda ketika semua officer kumpul dan membahas update per divisi, yang memutuskan bahwa di hari esok akan ada aktivitas lain yang mengajak semuanya untuk internal bonding dengan cara outing sambil memecahkan teka-teki.
Aku kembali internal screaming, tapi kali ini disertai dengan perasaan excited. Ini bisa kumanfaatkan untuk mengenal teman-teman sekantor--yang memberikan first impression bahwa mereka adalah orang-orang yang asik--sambil menyiapkan diri untuk selalu siap menghadapi perubahan-perubahan yang tiba-tiba ini. Susah awalanya, apalagi aku terbiasa dengan segala rencana yang harus kukerjakan sesuai urutan sehingga susah berdamai dengan perubahan rencana.
Hari pertama kulewati, hari kedua ketika outing terlewati, begitu pula dengan hari-hari selanjutnya di dunia yang--sesuai perkiraan--sangat jauh dibandingkan dengan dunia yang selama 5 tahun kemarin aku tinggali. Aku mulai terbiasa dengan perubahan-perubahan tersebut, apalagi posisiku adalah di Strategic Intern yang jobdesc-nya adalah melakukan riset dari semua divisi sehingga mengharuskan aku untuk bisa menghidupkan-mematikan switch di kepala sewaktu-waktu untuk pindah-pindah ke kerjaan setiap divisi. Menyenangkan, apalagi dengan begini aku bisa mendengarkan diskusi mendalam setiap divisi, sebuah aktivitas yang menjadi hobi sejak lama: mendengarkan diskusi orang lain.
Tapi satu hal yang mengganjal di pikiranku, bahwa aku belum melakukan sesuatu yang berarti selama di sini.
Aku masih menutup diriku sendiri, masih berlindung di balik dinding yang sejak awal sudah berdiri menjulang memisahkan aku dengan mereka. Yang ternyata tanpa sadar membuatku merasa jauh dari mereka, dan merasa bahwa aku memang belum melakukan sesuatu yang berarti untuk mereka, belum cukup terbuka untuk menyampaikan pendapat-pendapatku kepada mereka.
Dua bulan sudah berlalu. Sisa 1 bulan lagi waktuku untuk melakukan sesuatu. Dan tepat di akhir dua bulanku, Kak Ara mengajakku berdiskusi tentang kelanjutan posisiku di sini. Kak Ara menawarkan untuk aku pindah ke posisi Marketing Support, dan menambah 3 bulan lagi setelah masa Strategic Intern-ku berakhir di satu bulan setelah ini. Saat itu aku merasa..., apakah memang ini kesempatanku buat melakukan sesuatu? Setelah menimbang nimbang dan berdiskusi dengan Mama, akhirnya aku mengiyakan tawaran tersebut.
Terhitung sejak Juni, aku pindah dari Strategic Intern ke Marketing Support. Jika sebelumnya aku nggak punya supervisor utama karena mengerjakan pekerjaan dari semua divisi, maka sekarang aku akan bersama Kak Sidik. Jika sebelumnya ruanganku ada di open-space untuk memudahkan koordinasi dengan semua divisi, maka sekarang aku pindah sepenuhnya ke ruangan Marketing Development.
Jika sebelumnya aku dihadapkan dengan ketakutan bernama "perubahan", maka sekarang aku dihadapkan dengan ketakutan kedua dari 3 ketakutan terbesarku: "manusia".
Jujur, aku suka belajar tentang perilaku manusia. Pun dengan mengamati bagaimana manusia berinteraksi dengan manusia lain, mengamati bagaimana perubahan sikap seseorang terhadap suatu kejadian, termasuk "menguping" ketika seseorang menceritakan pengalaman hidupnya atau ketika orang-orang sedang berdiskusi. Tapi satu hal yang pasti, aku hanya suka mengamati dari jauh, tidak untuk melangkah lebih dalam dan berinteraksi dengan manusia.
Dan berada di Marketing Support ini, ternyata aku ditarik untuk melangkah jauh lebih dalam dan berinteraksi dengan orang-orang di sana.
Berkali-kali aku dibuat was-was dengan hal yang akan aku hadapi. Mengirim email blast ke perusahaan, membalas email ajakan kolaborasi, meeting dengan orang-orang penting, menyampaikan pendapat di dalam meeting, presentasi proposal, menelepon perusahaan. Aku masih mengingat betapa terbata-batanya aku waktu Kak Sidik meminta aku aja yang pitching ke salah satu mitra, mengingat betapa aku mengulang-ulang segala kalimat yang akan aku ucapkan di dalam kepala yang ternyata keluar dengan tidak sesuai ekspetasi (termasuk ekspetasi jumlah orang yang aku kira hanya maksimal 3--seperti meeting biasanya, tapi ternyata...10 orang?!). Aku juga masih sangat mengingat bagaimana aku berdiam diri di mushola dan menenangkan diri yang nggak berhenti gugup sebelum menelepon mitra, mengingat bagaimana jantungku berdegup sangat kencang setiap mendengarkan bunyi "tuut...tuut..." dan "Halo?" dari seberang telepon.
Berkali-kali aku dibuat pengen kabur, tapi berkali-kali juga aku dibuat senang karena bisa bertemu dengan orang-orang besar yang selama ini tidak pernah aku pikirkan akan bertemu.
Sampai akhirnya aku ada di titik ketika aku merasa bahwa meeting dengan perusahaan adalah aktivitas paling kunantikan selama aku ada di sini. Berdiskusi untuk merencanakan kolaborasi mitra dengan Kak Sidik adalah aktivitas paling memutar otak dan menyenangkan selama aku ada di sini. Rasa takut itu masih ada, selalu ada, tapi kali ini tertutupi dengan excited untuk mendengarkan diskusi-diskusi mendalam mereka tentang ide kolaborasi yang sebelumnya kami diskusikan. Tertutupi dengan rasa senang karena sudah bertemu orang-orang besar seperti mereka yang bisa kuceritakan ke aku di masa depan.
Tertutupi dengan perasaan bahwa..., aku bersyukur karena memilih untuk berada di Marketing Support.
* * *
Aku sempat mem-pause memoriku. Beberapa detik aku menyapu pandang ke teman-teman yang berada di depanku. Teman-teman yang hari ini adalah hari terakhirku bertemu dengan mereka. Beberapa perasaan yang membuat aku sedikit tercekat datang, memaksaku untuk mengatur emosi untuk kemudian mengatakan, "Dan ketakutan terbesar pertamaku adalah...dilupakan."
Sesuai dugaan. Setelah mengatakan itu, setitik air mata mengumpul di sudut mataku. Aku berusaha menahan agar tidak ketahuan, berusaha kembali mengatur emosi agar tidak tumpah. Dan syukurlah, setelah itu Kak Juang bertanya yang membuatku kembali berpikir, "Terus dari 3 ketakutan itu Elly sekarang gimana?"
Aku sempat merasa, ah, benar juga. Aku yang sekarang gimana dengan 3 ketakutan itu? Aku merasa bahwa untuk ketakutan akan perubahan dan manusia sedikit demi sedikit sudah berhasil aku hadapi meski masih perlu pembiasaan lagi. Tapi ketakutan akan dilupakan..., sepertinya masih menjadi PR.
Karena melihat teman-teman di depanku--yang sudah menjadi tokoh penting dalam ceritaku selama 6 bulan ke belakang, yang sudah memberiku sangat banyak pengalaman, yang akhirnya membuatku mulai keluar dari dinding menjulang yang sebelumnya kubangun--membuatku merasa bahwa aku memang masih takut dilupakan.
Tapi kemudian aku berpikir..., sepertinya dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang sebenarnya menuntunku untuk mau menerima perubahan, karena jika tidak menerima perubahan maka aku akan terhenti di satu titik sehingga dilupakan oleh mereka yang sudah berpindah ke titik lain. Dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang sebenarnya menuntunku untuk memilih Marketing Support sebagai check point-ku selanjutnya, karena jika tidak memilihnya maka aku tidak akan terlibat di beberapa project kolaborasi dengan mitra dan tidak jadi "melakukan sesuatu" untuk mereka.
Sepertinya dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang membuatku merasa bahwa "kabur" selama 6 bulan ini adalah "kabur" yang paling berkesan, karena jika memilih untuk tidak "keluar dari istana" maka aku tidak akan terlibat di sesuatu yang bisa dikenang seperti ini.
Menyadari akan hal itu, sekali lagi, aku bersyukur karena pernah menjadi bagian dari tempat ini.
Sesi Graduation akhirnya berakhir dengan diberikannya bingkisan berupa mug bertuliskan image masing-masing (ada 5 orang yang lulus). Image-ku adalah "Mamanya Yuuya dan Kei". Melihat itu aku kembali merasa sendu..., apakah aku sudah meninggalkan kesan yang bisa diingat ya...? Tapi perasaan sendu itu tertutupi dengan senyum ketika kami berfoto bersama. Tertutupi dengan perasaan senang karena pernah mengenal mereka dan tempat ini.
Dan dengan begitu berakhirlah aktivitas kaburku selama 6 bulan ini. Aktivitas kabur paling jauh tapi paling berkesan. Paling lama tapi paling terasa cuma sebentar.
Paling menakutkan..., tapi paling tak tergantikan.
Dari sini, aku akan kembali melanjutkan perjalanan. Untuk kaki yang bersiap untuk kembali berlari dan ransel yang sudah dipenuhi bekal, ayo mulai bergerak lagi menuju check point selanjutnya.
===
Selanjutnya:
IMagang (2): Terjebak di Lantai Teratas dengan Sepasang Alat Bantu Berjalan
IMagang (3): Ada Alasan, Pasti Ada Alasan
Aku mulai memutar mundur memoriku selama setengah tahun belakangan ketika Natasha selesai membacakan pertanyaan di Graduation tersebut. Segala pengalaman yang tidak bisa disebutkan satu persatu mulai berebutan muncul, pengalaman yang membuat aku hanya bisa berdiam diri di kosan dan tidak bisa ke kantor untuk beberapa hari, pengalaman yang membuat aku merasa bahwa ada alasan di balik segala jejak yang kutinggalkan di sini, sampai akhirnya muncul serangkaian pengalaman yang mengarah ke kategori...menakutkan.
"Mungkin aku lebih ke cerita menakutkan kali ya?" Teman-teman terlihat mulai bergidik ngeri. "Eh tapi bukan tentang hantu atau semacamnya, hehe. Tapi---"
Saat itulah, segala memoriku yang selesai aku putar mundur di dalam otakku kembali berputar maju.
Sebuah..., tidak, 3 buah pengalaman menakutkan yang pernah aku rasakan selama setengah tahun di sini. Pengalaman paling menakutkan, sekaligus paling tidak tergantikan setelah aku mengucapkan janji ke diri sendiri untuk "berlari" lebih cepat lagi.
* * *
Kalau ditanya apa aktivitas yang aku sukai, maka aku akan menjawab salah satunya adalah "kabur". Kabur berarti meninggalkan segala yang sedang aku lakukan sekarang untuk melihat hal lain di luar ruang lingkup tersebut, kabur berarti mencoba meletakkan kacamata yang selama ini dipakai kemudian menyimpannya rapat-rapat sebelum akhirnya memakai kacamata lain yang sama sekali berbeda bentuknya dengan kacamata sebelumnya.
Kabur berarti, meninggalkan apa yang sudah aku pelajari selama 5 tahun ke belakang di bangku kuliah untuk belajar hal lain jauh di luar ruang lingkup itu.
Dan itulah alasan kenapa aku memilih Strategic Intern, padahal ada posisi Creative Intern yang lebih sesuai dengan background-ku, saat mendaftar ke IMagang, sebuah program magang selama 3 bulan yang diadakan oleh Indonesia Mengajar.
Selayaknya cerita dongeng, seorang tokoh yang kabur dari istananya karena ingin melihat hal lain di luar rutinitas biasa akan dihadapkan dengan hal-hal yang tidak pernah ada di pikirannya selama ini, termasuk serangkaian ketakutan-ketakutan yang selama ini dia simpan, yang ternyata keluar satu persatu seiring dengan langkah kakinya.
Dan salah satu ketakutan dari 3 ketakutan terbesarku lah yang menyambutku saat pertama kali aku menginjakkan kaki di sini, di kantor yang berada di Jalan Senayan Bawah ini.
Ketakutan bernama...perubahan.
Sebenarnya ini adalah sesuatu yang sedang kucoba antisipasi setelah memutuskan untuk kabur dulu dari dunia desain, tapi aku tidak menyangka bahwa pekerjaan pertama yang aku lakukan adalah dari dunia yang tidak pernah membuatku tertarik untuk memasukinya: marketing. Yap, pekerjaan pertamaku adalah meriset perusahaan dan fokus CSR-nya--lebih baik lagi kalau bisa tahu alokasi dana mereka untuk CSR itu seberapa. Mendengar itu aku hanya bisa...internal screaming, haha. Aku tidak menyangka perubahan dari dunia desain akan menjadi sejauh ini! Aktivitasku selama 5 tahun ini di aplikasi gambar berubah ke aplikasi hitung. Aku mencoba mendekatkan diri lagi dengan Excel, yang tidak pernah aku sentuh secara intens lagi sejak...SMA? Dan mendekatkan diri ke istilah-istilah di dunia marketing yang semuanya tampak asing.
Masih satu perubahan. Oke, aku bisa melaluinya. Setidaknya itu yang kupikirkan sampai ternyata di hari itu juga ada agenda Reboan, agenda ketika semua officer kumpul dan membahas update per divisi, yang memutuskan bahwa di hari esok akan ada aktivitas lain yang mengajak semuanya untuk internal bonding dengan cara outing sambil memecahkan teka-teki.
Aku kembali internal screaming, tapi kali ini disertai dengan perasaan excited. Ini bisa kumanfaatkan untuk mengenal teman-teman sekantor--yang memberikan first impression bahwa mereka adalah orang-orang yang asik--sambil menyiapkan diri untuk selalu siap menghadapi perubahan-perubahan yang tiba-tiba ini. Susah awalanya, apalagi aku terbiasa dengan segala rencana yang harus kukerjakan sesuai urutan sehingga susah berdamai dengan perubahan rencana.
Hari pertama kulewati, hari kedua ketika outing terlewati, begitu pula dengan hari-hari selanjutnya di dunia yang--sesuai perkiraan--sangat jauh dibandingkan dengan dunia yang selama 5 tahun kemarin aku tinggali. Aku mulai terbiasa dengan perubahan-perubahan tersebut, apalagi posisiku adalah di Strategic Intern yang jobdesc-nya adalah melakukan riset dari semua divisi sehingga mengharuskan aku untuk bisa menghidupkan-mematikan switch di kepala sewaktu-waktu untuk pindah-pindah ke kerjaan setiap divisi. Menyenangkan, apalagi dengan begini aku bisa mendengarkan diskusi mendalam setiap divisi, sebuah aktivitas yang menjadi hobi sejak lama: mendengarkan diskusi orang lain.
Tapi satu hal yang mengganjal di pikiranku, bahwa aku belum melakukan sesuatu yang berarti selama di sini.
Aku masih menutup diriku sendiri, masih berlindung di balik dinding yang sejak awal sudah berdiri menjulang memisahkan aku dengan mereka. Yang ternyata tanpa sadar membuatku merasa jauh dari mereka, dan merasa bahwa aku memang belum melakukan sesuatu yang berarti untuk mereka, belum cukup terbuka untuk menyampaikan pendapat-pendapatku kepada mereka.
Dua bulan sudah berlalu. Sisa 1 bulan lagi waktuku untuk melakukan sesuatu. Dan tepat di akhir dua bulanku, Kak Ara mengajakku berdiskusi tentang kelanjutan posisiku di sini. Kak Ara menawarkan untuk aku pindah ke posisi Marketing Support, dan menambah 3 bulan lagi setelah masa Strategic Intern-ku berakhir di satu bulan setelah ini. Saat itu aku merasa..., apakah memang ini kesempatanku buat melakukan sesuatu? Setelah menimbang nimbang dan berdiskusi dengan Mama, akhirnya aku mengiyakan tawaran tersebut.
Terhitung sejak Juni, aku pindah dari Strategic Intern ke Marketing Support. Jika sebelumnya aku nggak punya supervisor utama karena mengerjakan pekerjaan dari semua divisi, maka sekarang aku akan bersama Kak Sidik. Jika sebelumnya ruanganku ada di open-space untuk memudahkan koordinasi dengan semua divisi, maka sekarang aku pindah sepenuhnya ke ruangan Marketing Development.
Jika sebelumnya aku dihadapkan dengan ketakutan bernama "perubahan", maka sekarang aku dihadapkan dengan ketakutan kedua dari 3 ketakutan terbesarku: "manusia".
Jujur, aku suka belajar tentang perilaku manusia. Pun dengan mengamati bagaimana manusia berinteraksi dengan manusia lain, mengamati bagaimana perubahan sikap seseorang terhadap suatu kejadian, termasuk "menguping" ketika seseorang menceritakan pengalaman hidupnya atau ketika orang-orang sedang berdiskusi. Tapi satu hal yang pasti, aku hanya suka mengamati dari jauh, tidak untuk melangkah lebih dalam dan berinteraksi dengan manusia.
Dan berada di Marketing Support ini, ternyata aku ditarik untuk melangkah jauh lebih dalam dan berinteraksi dengan orang-orang di sana.
Berkali-kali aku dibuat was-was dengan hal yang akan aku hadapi. Mengirim email blast ke perusahaan, membalas email ajakan kolaborasi, meeting dengan orang-orang penting, menyampaikan pendapat di dalam meeting, presentasi proposal, menelepon perusahaan. Aku masih mengingat betapa terbata-batanya aku waktu Kak Sidik meminta aku aja yang pitching ke salah satu mitra, mengingat betapa aku mengulang-ulang segala kalimat yang akan aku ucapkan di dalam kepala yang ternyata keluar dengan tidak sesuai ekspetasi (termasuk ekspetasi jumlah orang yang aku kira hanya maksimal 3--seperti meeting biasanya, tapi ternyata...10 orang?!). Aku juga masih sangat mengingat bagaimana aku berdiam diri di mushola dan menenangkan diri yang nggak berhenti gugup sebelum menelepon mitra, mengingat bagaimana jantungku berdegup sangat kencang setiap mendengarkan bunyi "tuut...tuut..." dan "Halo?" dari seberang telepon.
Berkali-kali aku dibuat pengen kabur, tapi berkali-kali juga aku dibuat senang karena bisa bertemu dengan orang-orang besar yang selama ini tidak pernah aku pikirkan akan bertemu.
Sampai akhirnya aku ada di titik ketika aku merasa bahwa meeting dengan perusahaan adalah aktivitas paling kunantikan selama aku ada di sini. Berdiskusi untuk merencanakan kolaborasi mitra dengan Kak Sidik adalah aktivitas paling memutar otak dan menyenangkan selama aku ada di sini. Rasa takut itu masih ada, selalu ada, tapi kali ini tertutupi dengan excited untuk mendengarkan diskusi-diskusi mendalam mereka tentang ide kolaborasi yang sebelumnya kami diskusikan. Tertutupi dengan rasa senang karena sudah bertemu orang-orang besar seperti mereka yang bisa kuceritakan ke aku di masa depan.
Tertutupi dengan perasaan bahwa..., aku bersyukur karena memilih untuk berada di Marketing Support.
* * *
Aku sempat mem-pause memoriku. Beberapa detik aku menyapu pandang ke teman-teman yang berada di depanku. Teman-teman yang hari ini adalah hari terakhirku bertemu dengan mereka. Beberapa perasaan yang membuat aku sedikit tercekat datang, memaksaku untuk mengatur emosi untuk kemudian mengatakan, "Dan ketakutan terbesar pertamaku adalah...dilupakan."
Sesuai dugaan. Setelah mengatakan itu, setitik air mata mengumpul di sudut mataku. Aku berusaha menahan agar tidak ketahuan, berusaha kembali mengatur emosi agar tidak tumpah. Dan syukurlah, setelah itu Kak Juang bertanya yang membuatku kembali berpikir, "Terus dari 3 ketakutan itu Elly sekarang gimana?"
Aku sempat merasa, ah, benar juga. Aku yang sekarang gimana dengan 3 ketakutan itu? Aku merasa bahwa untuk ketakutan akan perubahan dan manusia sedikit demi sedikit sudah berhasil aku hadapi meski masih perlu pembiasaan lagi. Tapi ketakutan akan dilupakan..., sepertinya masih menjadi PR.
Karena melihat teman-teman di depanku--yang sudah menjadi tokoh penting dalam ceritaku selama 6 bulan ke belakang, yang sudah memberiku sangat banyak pengalaman, yang akhirnya membuatku mulai keluar dari dinding menjulang yang sebelumnya kubangun--membuatku merasa bahwa aku memang masih takut dilupakan.
Tapi kemudian aku berpikir..., sepertinya dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang sebenarnya menuntunku untuk mau menerima perubahan, karena jika tidak menerima perubahan maka aku akan terhenti di satu titik sehingga dilupakan oleh mereka yang sudah berpindah ke titik lain. Dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang sebenarnya menuntunku untuk memilih Marketing Support sebagai check point-ku selanjutnya, karena jika tidak memilihnya maka aku tidak akan terlibat di beberapa project kolaborasi dengan mitra dan tidak jadi "melakukan sesuatu" untuk mereka.
Sepertinya dengan ketakutanku dalam dilupakan inilah yang membuatku merasa bahwa "kabur" selama 6 bulan ini adalah "kabur" yang paling berkesan, karena jika memilih untuk tidak "keluar dari istana" maka aku tidak akan terlibat di sesuatu yang bisa dikenang seperti ini.
Menyadari akan hal itu, sekali lagi, aku bersyukur karena pernah menjadi bagian dari tempat ini.
Sesi Graduation akhirnya berakhir dengan diberikannya bingkisan berupa mug bertuliskan image masing-masing (ada 5 orang yang lulus). Image-ku adalah "Mamanya Yuuya dan Kei". Melihat itu aku kembali merasa sendu..., apakah aku sudah meninggalkan kesan yang bisa diingat ya...? Tapi perasaan sendu itu tertutupi dengan senyum ketika kami berfoto bersama. Tertutupi dengan perasaan senang karena pernah mengenal mereka dan tempat ini.
Dan dengan begitu berakhirlah aktivitas kaburku selama 6 bulan ini. Aktivitas kabur paling jauh tapi paling berkesan. Paling lama tapi paling terasa cuma sebentar.
Paling menakutkan..., tapi paling tak tergantikan.
Dari sini, aku akan kembali melanjutkan perjalanan. Untuk kaki yang bersiap untuk kembali berlari dan ransel yang sudah dipenuhi bekal, ayo mulai bergerak lagi menuju check point selanjutnya.
Terima kasih
===
Selanjutnya:
IMagang (2): Terjebak di Lantai Teratas dengan Sepasang Alat Bantu Berjalan
IMagang (3): Ada Alasan, Pasti Ada Alasan
Komentar