Nulis Random Day 9 : Sirius

ImajinaSI > "Si"

Sirius

"Terang sekali. Bisakah aku menjadi sepertimu?"

Aku mengalihkan perhatianku dari layar handphone ke dirimu yang ada di sebelahku. Kudapati dirimu sekarang sedang mendongak, seakan ada hal paling menarik yang sedang terjadi di atas sana. Penasaran, akhirnya aku mengikuti arah matamu, yang pada akhirnya membuatku heran karena sama sekali tidak ada yang menarik di sana.

"Bintang," ujarmu lagi, seakan menyadari keherananku. "Lihat, bintang yang paling bersinar itu."

Aku mengernyitkan dahi, masih tak memahami apa yang kau maksud. Menyerah karena tak menemukan yang kau sebut dengan bintang-yang-paling-bersinar itu, aku kembali memusatkan perhatian ke layar handphone-ku. Satu pesan masuk ketika aku mendengar suaramu lagi.

"Namanya Sirius. Dia adalah bintang yang paling terang sinarnya. Lihat, dia mencolok sekali, bukan?"

Aku hanya menggumamkan satu "hm" sambil tetap mengetikkan balasan ke pesan dari sebuah grup obrolan.

"Aku ingin bersinar. Aku ingin menjadi seterang itu." Kau berkata lirih. "Aku ingin menjadi seperti sirius."

Kali ini aku menutup handphone-ku.

"Kenapa?"

Aku penasaran.

Kau tidak menjawab. Hanya terus memandang jauh ke langit malam, memandangi sang sirius yang kau ceritakan itu. Angin malam berhembus tiba-tiba sehingga membuatmu merapatkan kembali jaketmu. Aku sedang membenarkan jepitan rambutku ketika kembali kudengar lirih suaramu, kali ini sedikit bergetar.

"Karena aku tidak bersinar..."

Angin kembali berhembus. Bukannya merapatkan jaket, kini kau hanya tersenyum getir. Perlahan kau menurunkan kepalamu, sehingga kini ujung sepatumu lah yang seakan akan menjadi pusat perhatianmu.

Aku melengos.

Menggantikanmu memandangi langit, aku berkata lirih, "Memangnya kenapa kalau kini kau tidak bersinar?"

Sudut mataku menangkap dirimu yang kini melihat ke arahku.

"Bukankah semua punya permulaan? Ah, aku tidak banyak mengetahui soal perbintangan, jadi tolong benarkan aku kalau salah. Tapi menurutku, dia tidak akan seterang ini waktu pertama kali hadir di alam semesta. Dia pasti mengalami yang namanya satu titik permulaan, dengan kondisi yang masih sangat berbeda dari sekarang, hingga akhirnya bisa menjadi seterang ini."

Aku memicingkan mataku untuk memfokuskan pandangan ke satu sinar yang paling terang di atas sana. Sepertinya aku berhasil menemukannya.

"Jadi," aku menurunkan pandanganku, yang kini menuju ke kedua matamu yang memandangku dengan serius, "kau hanya perlu membuat dirimu menjadi lebih terang, bukan? Mungkin sekarang adalah titik permulaanmu. Jadi kau masih memiliki banyak kesempatan untuk menguatkan sinarmu. Jalanmu masih panjang, kau masih punya banyak waktu mengatur sinarmu!"

Kau menegakkan dudukmu, dengan masih memandangku, kali ini disertai dengan senyuman. Aku dapat menangkap pancaran yang berbeda dari ekspresimu, meski hanya dibekali penerangan sekelas halte bus.

"Ah, satu lagi." Aku kembali mendongak. "Mungkin kau perlu sedikit memberikan warna bagi dirimu sendiri. Karena dengan begitu orang lain akan lebih mengenalimu. Percuma jika kamu bersinar tapi orang di dekatmu juga sebersinar dirimu, orang lain akan selalu membandingkan sinar kalian. Jadi bersinarlah dengan warnamu sendiri, dan kau akan dipertemukan dengan orang-orang terpilih yang memang tertarik dengan sinarmu."

Kurasakan handphone-ku bergetar ketika kau tiba tiba melingkarkan lenganmu ke tubuhku. Mendadak sekali, hampir saja aku jatuh jika saja kau tak segera mengeratkan pelukanmu itu.

"Kau benar," ujarmu. "Terima kasih."

Aku tersenyum dari balik pundakmu. Kuusap kepalamu yang lebih tinggi dariku ini, berniat memberikan kekuatan lebih padamu.

Namun tak lama kemudian, aku menangkap sepasang sinar sedang bergerak menuju ke arah kami. Kutepuk pundakmu dan kau perlahan melepaskan pelukanmu.

"Bis kita datang."

Kau mengangguk. Sembari merapatkan jaket, kau mendongak sekali lagi. Satu senyuman lebar terhias di wajahmu. Pandanganmu terkunci, seakan sedang berdialog dengan sang sirius di atas sana. Kau menghembuskan satu napas singkat sebelum akhirnya berjalan perlahan menuju bis yang kini ada di hadapanmu.

Aku ikut tersenyum. Sembari membalas pesan yang tertunda karena pembicaraan barusan, aku mengikutimu masuk. Dari belakangmu, aku bisa melihat map plastikmu yang ukurannya lebih besar daripada ranselmu menyembul keluar, lengkap dengan pasfotomu yang tertempel di pojok atas kertas di dalamnya. Aku ingin tertawa melihat ekspresimu yang gugup itu.

Sebelum bis berangkat, aku kembali melihat ke langit malam. Mataku sedang menelusuri berbagai bintang ketika handphone-ku kembali bergetar. Aku tersenyum ketika mengetikkan balasannya.

"Ya, kami akan berusaha. Terima kasih ya buat doanya!"

.

#NulisRandom2017 Day 9 : completed

(Konsep tema dengan kata berantai diadaptasi dari NEWS RING, blog milik grup idola NEWS)

(Aku lupa update blog hehe. Sebenarnya kalau di Facebook urut setiap hari sih, tapi waktu mau di-copas ke blog kok ya lupa terus. Oke jadi mulai dari postingan ini sampai Day 12 kemarin aku update di waktu bersamaan. Hehe maafkan...)

Komentar