Cerpenku 4

Belum mendapat judul yang pas. Bila teman-teman ada usul, silakan berkomentar judul apa yang pas untuk cerita ini. :)

Happy reading!

-Cerpenku 4-

Aku tak pernah tahu kenapa semua ini terjadi padaku. Semua orang kini meninggalkanku, seakan aku adalah pengidap penyakit menular stadium akhir. Tak ada yang peduli bila aku mengekspresikan perasaanku di depan mereka. Kalau dijauhi sama teman yang tidak terlalu dekat sih tidak masalah, nggak ngaruh buatku. Tapi sialnya, sahabat dan orang-orang terdekatku lainnya juga melakukan hal yang sama! Haah...aku benar-benar muak!

Mereka pikir, aku senang apa sama apa yang mereka lakukan kepadaku? Aku tak habis pikir, apa yang menyebabkan mereka begitu tega dengan melakukan hal tersebut kepadaku. Mereka tak pernah mengerti bagaimana sakitnya di dalam sini. Hati ini sudah terlalu sakit untuk menerima semua yang mereka lakukan kepadaku.

Kadang aku ingin kembali ke masa lalu, ketika aku masih menjadi sesosok bayi. Bayi yang lucu dan selalu dimanjakan orang lain, bayi yang kalau salah langsung dimaafkan oleh orang lain, bayi kalau minta apa langsung diturutin. Ah, aku rindu kembali ke masa lalu. Aku ingin dimanja lagi! Aku ingin bisa selalu dimaafkan oleh orang lain! Aku ingin keinginanku dituruti! Tapi nyatanya, impianku itu sama sekali tak pernah terwujud. Aku dimarahi, dicaci, dan dijauhi.

Ketika aku sedih, tak ada yang mau meminjamkan bahunya untuk tempatku bersandar...

Ketika aku marah, tak ada yang mau menyejukkan dan memperhatikanku...

Ketika aku bahagia, tak ada yang mau ikut tersenyum bersamaku..

Ketika aku gundah, tak ada yang mau menjadi "diary" buatku walau hanya sejenak...

Jadi, buat apa? Buat apa aku melanjutkan hidupku yang sudah sangat memuakkan ini? Buat apa aku susah-susah menjaga setiap organ dalam diriku kalau pada akhirnya rusak juga akibat ulah mereka yang semakin hari semakin merusak hati dan perasaanku? Tubuh ini lelah, sel-sel itu sudah lemah. Rasa sakit yang bersumber di hati mematikan seluruh syaraf dalam tubuhku. Sakit. Jadi, sekali lagi, buat apa aku hidup hanya untuk rasa sakit di hati? Bah!

Maka telah aku putuskan...

Dengan benda di tanganku ini, aku akan mengakhiri semuanya. Takkan ada lagi rasa sakit itu. Takkan ada lagi wajah-wajah menyebalkan yang hadir di hadapanku. Dan yang terpenting, takkan ada lagi seorang Rani yang selalu mereka sakiti. Ya, aku memutuskan untuk menjemput kematian, dengan benda ini. Dengan sedikit goresan maka semua berakhir.

Permainan ini akan segera game over.

Selamat tinggal hidupku! Menyesal pernah berkenalan denganmu.

SYAT!

* * *

Suara sirine ambulan memecahkan kesunyian malam, menerjang tirai hujan yang semakin derasnya. Sebuah mobil hitam nampak mengekor, lengkap dengan lampu navigator yang terus menyala. Mereka melaju kencang namun tak saling mendahului. Suasana di sekitar juga nampak sepi dari penduduk, maka tak ada seorang pun yang mengetahui bahwa di dalam kedua mobil tersebut aura kesedihan tergambar sangat jelas.

Rani Zilyavina. Seorang gadis yang masih berstatus pelajar SMP kini terbaring lemah, berada di antara ketidakpastian apakah nantinya ia akan terus hidup ataukah mati. Aliran darah dari sebuah sayatan dalam di pergelangan tangannya menjawab semuanya tentang apa yang sesungguhnya terjadi padanya. Nafasnya terengah-engah, tampak dengan jelas ia berusaha menahan kesakitan yang tengah merasuki tubuhnya. Sayatan yang tak terlalu panjang namun dalam itu rupanya mampu membuat tubuh sang gadis begitu lemas, bahkan hingga tak ada tenaga untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Wanita paruh baya yang ada di sampingnya tampak terus menangis sambil memanggil-manggil nama putri satu-satunya. Sesekali beliau memejamkan matanya kuat-kuat, tak kuasa melihat keadaan sang anak.

Keadaan di mobil satunya tak lebih baik daripada yang ada di ambulan. Pria yang tengah mengemudikan mobil tersebut masih sembab. Masih berbekas dengan jelas dalam ingatannya bagaimana beberapa menit yang lalu ia menemukan putrinya yang tergeletak lemas di lantai kamarnya. Gumpalan air mata yang hampir jatuh langsung diusapnya. Ia menyesal, sangat menyesal. Ia menyesali diri sendiri yang dia anggap tak becus dalam menjaga sisi psikologis dari anaknya. Beberapa gadis yang duduk di belakangnya saling berpelukan dan menangis, memanggil-manggil nama sang sahabat.

Walaupun mereka semua berharap kesembuhan dari Rani...

Walaupun mereka semua berharap Rani dapat kembali hadir di tengah mereka...

Namun keputusan hanya ada di Tangan Sang Pemberi Kehidupan. Sang Maha Hidup ternyata mempunyai keputusan lain...

Ketika ambulan hendak masuk ke rumah sakit yang tinggal berjarak dua meter saja, tubuh Rani tiba-tiba mengejang selama beberapa saat. Hingga akhirnya...ia kembali ke tempat dulunya ia berasal...

Kembali, dalam keadaan tertekan...

FIN

Fict ini kubuat untuk menyalurkan kekecewaanku kepada orang-orang yang begitu mudah mengakhiri hidupnya dengan sengaja hanya karena masalah dunia. Maaf, aku belum bisa bikin kata-kata yang angst, trus alurnya yang entah kecepetan atau kelambatan, atau deskripsi yang terkesan ”maksa”. Tapi sesungguhnya, aku membuat ”anak”ku ini dengan sepenuh hati, berharap agar teman-teman bisa mengambil makna dari cerita ini.

Seperti yang kita ketahui selama ini, angka kematian akibat bunuh diri begitu banyak. Lebih dari 30.000 nyawa menghilang dengan cara bunuh diri tiap tahunnya. Hal ini membuatku bergidik, sebanyak itu? Benar-benar suatu kejadian yang sangat serius.

Ada yang berniat bunuh diri dengan merelakan tubuhnya dihantam truk hanya karena sahabatnya tak mau memaafkannya...
Ada yang berniat bunuh diri dengan menyayat pergelangan tangannya hanya karena pacarnya yang sangat ia cintai memutuskannya...
...dan contoh-contoh lainya.

Ironisnya, dua kejadian di atas adalah kejadian yang dialami dua orang terdekatku! Hati ini begitu sakit saat mendengar teman yang menginginkan dirinya mati ditabrak truk agar bisa lepas dari masalahnya. Tubuh ini bergidik saat melihat percobaan bunuh diri seorang teman yang menyayat pergelangan tangannya. Sungguh, aku tidak kuat lagi untuk melihat teman-temanku sendiri, orang-orang terdekatku, mengakhiri hidupnya dengan sengaja...

Begitu mudahnya kau menyakiti jiwa dan ragamu sendiri padahal dulunya Ibundamu begitu ingin kau hadir di dunia ini, yang mengorbankan dirinya sendiri menerima rasa sakit saat melahirkanmu, yang begitu berharap kau terlahir tanpa cacat? Tidakkah kau berfikir jauh memikirkan Ayah dan Ibundamu yang sedih melihat buah cinta mereka tergeletak tak berdaya karena bunuh diri? Begitu mudahnya kau memberi alasan bunuh diri hanya karena masalah dunia, seperti yang dialami tokoh cerita di atas, yang mengakhiri hidupnya karena orang terdekatnya menjauhinya? Tahukah kau, walaupun orang-orang terdekatmu menjauhimu, sesungguhnya masih ada orang lain di luar sana yang menyayangimu, dan berharap untuk dekat denganmu? Tidakkah kau memikirkan perasaan mereka nantinya yang begitu kecewa kepadamu? Berbahagialah kau masih diberi kesempatan tuk hidup sampai detik ini, belajar untuk mengetahui siapa saya dan mau kemana saya.

Siapa saya dan mau kemana saya? Tentunya kedua pertanyaan ini tak bisa dijawab hanya dengan IQ. Jawablah dengan sepenuh hati, melalui SQmu. Selamilah kedua pertanyaan itu hingga mendapatkan jawaban yang hatimu bergetar karenanya. Resapilah, hingga kau mengerti untuk apa kau hidup, apa tujuan hidupmu.

...Jika kau mengetahui apa tujuan hidupmu yang sebenarnya, maka kau takkan menyesal karena telah mengenal ”kehidupan”...

Jadi, apa kesimpulannya? Jangan pernah akhiri hidup hanya karena masalah dunia yang sepele. Jangan pernah lari dari masalah karena sesungguhnya itu hanya akan menambah keruh masalahmu. Mungkin masalah itu akan selesai-bagimu-bila kau akhiri hidupmu dengan sengaja. Namun yang perlu kau ingat, masalahmu dengan akhirat...belum...pasti...selesai...

”Sebaik-baiknya manusia adalah yang mampu memberikan manfaatnya kepada orang lain.”
-Rasulullah saw-


Maka selagi kita masih hidup, kita harus bisa memberikan manfaat kapada orang lain. Kita harus bisa meyakinkan kepada orang lain bahwa kita bukanlah orang yang useless. Sesungguhnya, harta kita yang tersisa bukanlah harta yang kini kita simpan, melainkan harta yang sudah kita berikan kepada orang lain..

Maaf kalau kata-kata yang aku tulis ini menyakitkan, atau terlalu keras. Karena sesungguhnya aku hanya ingin mengingatkan kepada teman-teman. Aku tahu kalau aku juga masih punya banyak salah. Jadi, saling mengingatkan ya... :) Tentang apa yang akan terjadi pada kalian nantinya, itu bukan urusanku. Karena aku tak berkuasa atas kalian. Hanya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayanglah yang mampu membolak-balik hati manusia.

Akhir kata, semoga tulisan ini bisa bermanfaat. Mohon maaf lahir dan batin...

"Jangan takut mati, tapi jangan cari mati."

Regards,
-Elly Fitriana Soedjito-

Komentar