Cerpenku 3

Yayaya! Aku kembali, Guys! Hm, setelah menahan nafsu untuk tidak memposting entri selama berminggu-minggu yang lalu, akhirnya sekarang aku bisa posting juga! Alhamdulillah.. :D

Wokeh! Posting pertama di tahun 2010 ini langsung posting cerpen. Hm, perlu diketahui bahwa cerpen ini dibuat di tengah aktivitasku belajar buat ulangan semester. Jadi sambil belajar sambil bikin cerita(walau hanya separuh dan separuhnya dikerjakan beberapa minggu setelahnya). Hahaha...

Oke, ga perlu banyak ngomong lagi(perasaan dari tadi ngomong mulu ya?), enjoy this fict! ^_^ Sebelumnya minta maaf kalau ceritanya aneh atau kata-katanya yang terkesan "mekso" ini.

Boku no Monogatari
(Kisahku, 2nd person PoV)

Sore ini kau duduk sendiri di kamar tidur bercat birumu. Tak ada yang kau kerjakan selain memandangi buku bersampul coklat di hadapanmu. Tak kau hiraukan handphone kecil yang sedari tadi berbunyi memekakkan telinga. Tak kau hiraukan pula panggilan seorang wanita dari balik pintu kamarmu yang rupanya tak kehilangan semangatnya untuk memanggilmu. Kau biarkan semua itu cukup lama sehingga masing-masing menghentikan aktivitasnya. Kamarmu kembali sunyi, hanya ditemani oleh suara kipas angin yang bergerak ke kanan-kiri, melakukan tugasnya membuat kamarmu sejuk.

Akhirnya kau melakukan aktivitas lain. Kau gerakkan tanganmu mengambil buku bertuliskan ”DIARY” di hadapanmu itu. Perlahan kau membukanya, memulai di halaman pertama. Kau menatap sayu halaman yang hanya terisi setengahnya itu. Kau tahu bahwa tulisan itu hanyalah berisi tentang kesenangan sang penulis yang mendapatkan diary baru. Namun entah mengapa kau terlihat begitu tertarik untuk menyerapi setiap kata-kata polos itu. Kau kenal dengan tulisan itu. Ya, karena itu adalah tulisanmu sendiri. Kemudian kau lanjutkan dengan membuka halaman kedua. Kini kau mendapati tulisan yang berbeda dengan halaman pertama. Tulisan itupun juga merupakan ungkapan rasa senang seperti sebelumnya. Hanya saja bahasanya berbeda, lebih dewasa. Dan sekali lagi, kau kenal dengan tulisan itu.

”Kakak...,” gumammu.

Kau membuka halaman selanjutnya. Halaman itu berbeda karena merupakan halaman kolaborasi antara tulisanmu dengan tulisan yang kau kenali sebagai tulisan kakakmu. Kau tersenyum kecil membaca setiap kalimatnya. Bergantian kau memandangi paragraf pertama yang berisi tulisanmu, lalu ke paragraf kedua yang berisi tulisan kakakmu, kembali lagi ke paragraf pertama, begitu seterusnya. Setelah merasa cukup lelah, kau melanjutkan ke halaman selanjutnya.

Tak ada tulisan. Namun digantikan oleh foto-foto dua orang gadis beda usia yang berpose sedemikian rupa. Kau kembali tersenyum. Kau jelajahi setiap foto berjumlah tujuh itu dengan senyum yang semakin melebar. Namun, senyumanmu itu seketika pudar melihat foto ketujuh yang berisi dua gadis sedang berangkulan. Kau menggigit bibir bawahmu, berusaha menahan gumpalan air di matamu yang menuntut ingin keluar. Namun sayang, kau gagal. Gumpalan air itu akhirnya jatuh tanpa beban dan dalam sekejap membasahi pipi pucatmu. Kau jauhkan diary coklat itu dari pandanganmu. Kini kau disibukkan dengan mengusap air matamu yang tak kunjung kering, sembari melemparkan diary itu di atas tempat tidurmu. Kau pun bersimpuh di lantai dingin kamarmu.

”Kakak...,” gumammu lagi.

Cukup lama kau bersimpuh di lantai itu. Cukup lama hingga membuat matamu merah, sembab. Bajumu juga basah dengan air mata, walau air itu sudah mulai mereda. Tiba-tiba, ringtone HPmu berbunyi memecahkan kesunyian. Tidak seperti tadi, kini kau memilih untuk menghampiri HP tersebut. Ketika kau hendak mengambilnya, kau terkejut melihat tulisan di diary yang tadi kau lempar. Diary itu terbuka, menampakkan sebaris kalimat yang ditulis di tengah-tengah halaman. Kau pun mengambil diary tersebut dan menyerapi setiap kata yang ditulis kakakmu.

’Temui Kakak di taman dekat rumah pada tanggal 1 Januari 2010 pukul 3 sore. Kakak tunggu, Adikku...’

Kau membelalakkan matamu. Dengan segera kau menoleh ke arah kalender yang tergantung di dekat pintu kamarmu, kemudian kau alihkan pandanganmu ke jam tanganmu. Lagi-lagi kau terkejut.

”1 Januari hari ini. Jam tiga sore, sudah terlewat dua jam!” pekikmu.

Kau segera menyambar HPmu dan mendapati bahwa missed call yang sudah berjumlah sepuluh itu bernomor sama. Nomor dari seseorang yang sangat ingin kau temui.

Nomor kakakmu...

Panggilan wanita dari luar kamarmu kembali terdengar. Kau mengusap-usap matamu dan beranjak sembari membawa diary. Kau buka pula pintu kamarmu hingga menampakkan seorang wanita berwajah keibuan sedang memandangimu.

“Ibu...,” panggilmu pada wanita itu.

“Karin, mengapa tidak Karin buka dari tadi?” tanya wanita yang kau panggil Ibu cemas.

“Maaf, Bu... Karin tadi masih sibuk. Sekarang Karin mau keluar, mau bertemu Kak Rani! Kak Rani sudah menunggu Karin!”

”Itulah yang mau Ibu katakan padamu, Sayang. Karena menunggu lama maka kakakmu itu memutuskan untuk menemuimu di rumah saja. Tuh, Kakak sudah ada di ruang ta~”

Belum selesai ibumu berbicara, kau langsung melesat ke ruang tamu. Di sana kau mendapati seorang gadis yang sama dengan salah satu gadis di foto yang kau lihat tadi sedang tersenyum ke arahmu. Kau segera berlari ke arahnya, dan melingkarkan lenganmu ke pinggangnya.

”Kak Rani!” pekikmu tampak ceria.

”Karin...,” kakakmu membelai rambutmu, ”kenapa lama sekali? Kakak sudah menunggumu di taman itu, tapi Karin tidak kunjung datang.”

”Karin tidak tahu kalau Kakak menulis pesan itu di diary kita... Baru Karin tahu barusan. Maaf, Kak...”

”Jadi selama ini Karin tidak pernah membuka diary itu?”

Kau mengangguk. ”Kalau Karin membukanya, Karin akan sedih ingat Kakak. Tadi aja Karin nekat membukanya karena lagi kangen Kakak.”

Kakamu tersenyum sembari melepaskan pelukanmu, dan menatapmu penuh arti.

”Sekarang Karin tidak boleh sedih lagi, karena Kakak sudah pulang! Lihat, Kakak bawa apa,” Kakakmu membuka tasnya dan mengambil sebuah buku bersampul putih dengan corak bunga berwarna merah muda, ”Ini untukmu.”

Kau mengambil buku tersebut dan memandanginya. Kau tampak bingung ketika melihat sederet huruf yang tidak kau tahu bagaimana bacanya. Kau menatap kakakmu sembari menunjuk huruf-huruf tersebut, ”Ini apa, Kak?”

”Itu huruf Jepang, Dik,” jelas kakakmu sambil menjelaskan cara membaca beserta artinya.

”Ooh...,” gumammu.

”Ini adalah diary hadiah Kakak untuk Karin,” kata kakakmu lagi, ”Karin bisa menuliskan semua pengalaman Karin sendiri tanpa harus berbagi diary bersama Kakak seperti dulu. Karin senang?”

Kau mengangguk mantap. Sekali lagi kau memeluk kakakmu sambil berkata, ”Terima kasih!”

Akhirnya, bersama kakakmu, kau berjalan menuju ruang tengah rumahmu, bertemu dengan orang tua kalian yang sudah menunggu. Kakakmu melepas rindu bersama orang tuamu dengan berpelukan. Kau yang memandanginya ikut tersenyum.

”Kak, nanti ceritakan pada Karin bagaimana pengalaman Kakak selama di Jepang tiga tahun ini ya!” pintamu.

Kakakmu menoleh kepadamu dan tersenyum. ”Iya, Dik...”

Akhirnya kau bergabung dengan orang tua dan kakakmu. Kau peluk kakakmu sambil tertawa kecil. Kau senang, hari ini kakakmu yang sudah tiga tahun ada di luar negeri akhirnya pulang. Kau juga senang, karena hari ini juga kau mendapatkan diary baru lagi. Diary bertuliskan ”Boku no Monogatari” yang berarti ”Kisahku”.

FIN
-------
A/N : Ide cerita ini didapat waktu lagi dengerin endingnya Naruto yang judulnya Kimi Monogatari. Dan ide bikin Second Person PoV ini didapat waktu baca fict salah satu senpai di FFN. Trus, uung... *garuk-garuk kepala* Fict ini aneh nggak sih? Atau nggak gampang dingertiin ceritanya? Sekali lagi maaf deh atas cerita mbingungin yang penuh dengan kata-kata lebay ini...

Oke...

-segala bentuk review kecuali flame akan diterima author dengan senang hati-

Oh iya, info (yang nggak nyambung sama kesimpulan kata-kata di atas). Selamat tahun baru 2010 ya!!! Semoga kita bisa menjadi lebih baik!

Komentar