Bingung nentuin judulnya..
Jadi sementara judulnya : "Ryan dan Iyan"
Ryan Hanggana dan Iyan Ramdhana, sepasang kakak beradik yang sama - sama seorang penyanyi lokal. Sama - sama mempunyai suara yang bagus dan terkenal di kalangan sekitarnya. Mempunyai mimpi, suatu saat nanti mereka akan menjadi penyanyi yang profesional yang terkenal dimana - mana.
Mereka mempunyai watak yang berbeda. Ryan; kakak yang dewasa, penurut, dan mandiri. Sedangkan Iyan; adik yang kekanak - kanakan, polos, manja, namun tidak nakal. Selisih umur mereka 3th, Ryan 19 dan Iyan 16. Meski begitu mereka tetap akur.
* * *
Suatu hari yang cerah, Ryan menerima surat panggilan untuk tampil menyanyi di suatu restoran ternama. Mereka mengundang Ryan dan Iyan untuk tampil duet. Setelah membaca semua isi surat itu, Ryan memberikannya kepada Iyan.
"Dek, nih, ada panggilan nyanyi" Ryan berkata pada Iyan.
"..." Iyan membaca dalam hati. "Wah kak, kita manggung bareng dong! Khan yang diundang kita berdua dan duet!" Kata Iyan semangat.
"Iya." Kata Ryan sambil mengangguk.
"Asyiik!!!!!" Iyan melompat - lompat senang.
"Nah, berhubung acaranya tuh minggu depan, kita siapin aja lagu yang pas buat duet. Mmm.. Apa yah?" kata Ryan.
"Mmm.. Lagu apa ya..? Oh, ngerti! Lagu Andai Dia Tahu dari Kahitna itu aja. Gimana? Lagu ntu kan lagu favorit kita!" Iyan mengusulkan.
"Okey, Bol-Ju!" kata Ryan. Iyan bengong. "Woi! Kok bengong? Kesambet loh nanti!" kata Ryan mengagetkan Iyan.
"Ah kak Ryan ngagetin aja nih! Aku lagi liatin halaman tadi. Kayak ada sesuatu yang lewat gitu. Pake baju putih. Hantu ya?" tanya Iyan polos.
"Ah, masa siang - siang gini ada hantu?" jawab Ryan. "Hei dek, di belakangmu tuh hantunya!"
"Hai.." sapa sosok yang berada di belakang Iyan.
"Hyaa!!!!" Iyan kaget, loncat, dan akhirnya jatuh.
"Wkwkwkwkwk..." Ryan menahan tawanya.
"Lho Iyan, kok kamu kaget liat aku? Kaya liat hantu aja nih!" kata sosok itu lagi.
"Lysa?" kata Iyan kaget. "Kamu emang kayak hantu! Kayak kuntilanak merah!"
"Yee... bajuku kan putih! Dasar tulalit!" kata sosok bernama Lysa itu. Lysa adalah sahabat Ryan dan Iyan sejak kecil. Lysa yang sebaya dengan Iyan ini memang suka usil. Sering banget bikin Iyan jengkel karena Iyan-lah sasaran empuk keusilannya. Dan Ryan menjadi penengah mereka saat sedang bertengkar. Yaiyalah, secara Ryan tuh yang lebih dewasa dari mereka berdua. Jadi sarang curhat juga.
"Udah dong! Eh Lys, ngapain kamu ke sini?" ucap Ryan.
"Aku mau ngasih ini buat kalian berdua." Kata Lysa sambil menyerahkan bungkusan hitam ke Ryan. "Semoga senang!"
"Apaan tuh?" kata Iyan langsung menyambar bungkusan itu dan membukanya. "Waah.. Handphone! Ada dua lagi! Tapi kok kecil banget siy?"
"Dasar, itutuh iPod tau! Gaptek banget!" kata Lysa.
"Huh, ngejek aku lagi!" kata Iyan sambil manyun.
"Eeeh.. Kok ribut lagi! Makasih ya Lys buat iPod-nya" kata Ryan.
"Iya kak, sama - sama. Kan kalian penyanyi, pasti butuh dong alat itu. Eh ya, nggak sengaja nguping nih. Kalian mau manggung minggu depan?"
"Dasar tukang nguping!" kata Iyan sewot.
"Heh, Iyan. Iya Lys. Aku sama Iyan mau manggung di restoran gedhe. Ikut liat ya?"
"Duh, minggu depan aku nggak bisa kak. Ada janji ama temen.."
"Sayang kamu ga bisa dateng Lys! Sayang banget! Aku sama kak Ryan bakal duet heboh! Nyesel deh kalo sampe kamu nggak liat! Apalagi restorannya tuh restoran terkenal lo! Apa - apa mewah! Yang pasti bakal seru banget!" jelas Iyan panjang lebar.
"Huh, biarin!" Lysa cemberut. "Yaudah deh, aku mau pulang aja. Ya?"
"Bye.." kata Ryan dan Iyan bersamaan.
* * *
Tibalah hari H-nya. Setelah setengah jam ribut soal baju yang akan dipakai akhirnya mereka berangkat.
"Hati - hati, ya!" pesan Lysa sebelum mereka berangkat.
Setelah sampai di tempat manggung, Ryan dan Iyan duduk - duduk sebentar. Iyan sempat melihat wajah Ryan yang sedikit pucat.
"Kak, kok agak pucat sih? Kenapa?" tanya Iyan.
"Aku pucat ya, Dek?" jawab Ryan lalu mengaca. "Eh, bener. Nggak tau yah, Dek. Nggak tau kenapa perasaan kakak nggak enak."
"Mau ada pencuri kali di rumah!" kata Iyan ngawur.
"Hush, jangan ngaco kamu! Udahlah, bentar lagi kita kan manggung. Lebih baik nenangin diri biar nanti nggak grogi."
Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya mereka manggung. Mereka menyanyi dengan sangat baik, interaksi ke penonton juga baik.
Saat pertengahan lagu, tiba - tiba ada seseorang yang keserempet kabel lampu panggung. Hal itu menyebabkan lampu panggung yang berada tepat di bawah tempat Iyan berdiri jatuh, lalu mengenai kepala Iyan. Iyan jatuh, dengan kepala yang bersimbah darah. Melihat hal itu, Ryan langsung membawa adiknya itu masuk ke mobilnya. Ryan langsung ngebut, menuju ke rumah sakit terdekat. Di juga langsung menghubungi Lysa dan menceritakan semuanya kepada Lysa. Dia juga menyuruh Lysa untuk ke rumah sakit secepatnya.
Di rumah sakit, dokter beserta timnya langsung memeriksa lalu mengoperasi Iyan. Ryan sempat melihat betapa tegangnya para dokter itu waktu mengoperasi Iyan.
"Dek, yang kuat ya." Kata Ryan lirih.
Terdengar langkah kaki seseorang menuju ruang tunggu operasi. Ternyata itu adalah langkah kaki Lysa.
"Kak, gimana Iyan?" tanya Lysa.
Ryan hanya terdiam, menundukkan kepala.
"Gimana Iyan, Kak? Jawab kak!" tanya Lysa lagi.
"Iyan.. dia masih dioperasi, Lys. Aku tegang banget. Dia tadi kelihatan sakit banget. Aku takut kalo dia.."
"Kak, kakak harus optimis ya. Kakak harus yakin bahwa Iyan bisa sembuh." Potong Lysa.
"Iya, Lys.."
Sekitar 1 jam, operasi selesai. Dokter menyatakan bahwa ada urat dalam kepala Iyan yang sempat rusak. Sekarang hanya tinggal menunggu Iyan sadar untuk bisa mengetahui keadaan Iyan. Dan saat itu, diperbolehkan untuk melihat Iyan di kamarnya.
Ryan masuk ke kamar Iyan, sedangkan Lysa menunggu di luar karena hanya boleh satu orang yang masuk.
Di kamar, Ryan melihat Iyan yang masih belum sadar. Kepalanya dibalut oleh perban. Ryan melihat hal itu langsung sedih.
"Dek, kamu yang kuat ya. Kakak akan di sini buat nemenin kamu. Kamu cepet sadar ya.." ucap Ryan. Lalu duduk di samping Iyan. Tidak terasa, ia tertidur.
Sekitar 5 jam, Iyan akhirnya sadar. Ryan yang menyadarinya langsung bangun.
"Dek, kamu udah sadar?" tanya Ryan.
Sejenak, Iyan melihat ruangan tempat ia dirawat itu.
"Ini di mana? Aku kenapa?" tanya Iyan lemas.
"Ini di rumah sakit. Kepalamu tadi terkena lampu dan bocor, jadi kamu dirawat di sini. Kamu nggak apa - apa kan, Dek?"
Iyan melihat Ryan dengan heran.
"Kamu siapa?" tanya Iyan yang disambut oleh kekagetan Ryan.
"Kamu nggak kenal aku, Dek? Aku kakakmu! Ka..kamu nggak inget?"
Iyan hanya menggeleng. "Aku siapa?"
"Ya ampun, Dek. Kamu kenapa? Kamu Iyan, adek aku!" kata Ryan. Lalu ia langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Iyan.
Setelah beberapa menit akhirnya dokter berhasil mengetahui bagaimana keadaan Iyan sekarang. Dokter menyatakan bahwa Iyan menderita amnesia. Ryan dan Lysa langsung shock mendengar hal itu.
* * *
Cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar Iyan di rumah sakit. Ryan menyibakkan kelambu kemudian membangunkan Iyan.
"Bangun, Dek. Udah pagi." Kata Ryan yang membuat Iyan bangun.
Setelah sarapan, Iyan berbicara kepada Ryan.
"Masa' kamu kakak aku sih?" tanya Iyan.
"Ya ampun, Dek. Iya, ini kakakmu." Jawab Ryan.
Iyan mencoba mengingat - ingat. Namun hal itu malah membuatnya pusing.
"Udah, Dek. Nggak usah dipaksa. Nanti kamu juga inget - inget sendiri." Ujar Ryan.
"Aku masih belum percaya kalau kamu itu kakakku." Kata Iyan.
Kenapa kamu kayak gini, Dek.. Kakak ingin kamu cepet mengingat semuanya. Kakak pingin kamu ingat, kalau aku itu kakakmu. Biar kita bisa melakukan hal - hal bersama kayak dulu lagi. Cepet sembuh, Dek.. Kata Ryan dalam hati.
"Dek, sekarang kamu istirahat ya. Biar cepet sembuh." Kata Ryan.
Iyan hanya diam saja dan melihat Ryan dengan heran.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara orang yang mengetuk pintu kamar Iyan. Ryan segera membukanya. Ternyata itu adalah Lysa. Lysa datang untuk menjenguk Iyan.
"Hai Iyan! Hai Kak Ryan!" sapa Lysa. "Aku bawain ini nih buat kalian, terutama buat Iyan. Buah - buahan special! Dimakan ya.."
"Makasih ya Lys." Kata Ryan.
Iyan hanya memandang ke luar jendela lewat tempat tidurnya. Hanya diam, seakan - akan Ryan dan Lysa adalah orang yang asing baginya.
"Yan? Kok diam aja sih? Ada apa?" tanya Lysa.
"Nggak.. Aku ngerasa nggak nyaman aja kalau kalian ada di sini. Kalian orang - orang yang nggak aku kenal." Kata Iyan dengan judes.
Ryan dan Lysa terdiam. Mereka tidak menyangka kalau sekarang Iyan menjadi seperti itu.
"Yan, kamu jangan ngomong kayak gitu dong! Kami ini sahabatmu. Lebih - lebih Kak Ryan, dia itu kakakmu! Kamu boleh belum ingat kami, tapi tolong, jangan ngomong kayak gitu sama kakakmu!" kata Lysa.
"Sudah aku bilang, aku masih belum percaya dia itu kakakku!" bentak Iyan.
"Iyan!" kata Lysa.
"Udah Lys, nggak apa - apa. Aku yakin kok, suatu saat Iyan akan mengingat semuanya. Nggak usah dipaksain, nanti malah sakit." Kata Ryan tenang.
"Yaudah, Dek. Kita akan keluar kalau kamu belum merasa nyaman bersama kami. Kamu istirahat ya. Biar cepet sembuh." Kata Ryan lagi.
Iyan hanya diam. Lagi - lagi ia hanya memandang ke luar jendela. Tidak menganggap sama sekali pesan Ryan tadi.
* * *
Setelah beberapa hari, Iyan diperbolehkan pulang. Entah kenapa, akibat amnesia yang diderita Iyan itu membuat sikapnya berubah. Ia menjadi nakal, suka membantah, dan benar - benar liar. Dan sampai sekarang, Iyan masih belum percaya bahwa Ryan adalah kakaknya.
* * *
Suatu malam, Iyan baru pulang dari jalan - jalan. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
"Iyan!" panggil Ryan.
"Apaan sih?! Kalau mau manggil, manggil aja dong! Nggak usah pake teriak - teriak kaya gitu! Sakit tau kuping gue!" Iyan menjawab dengan kasar.
"Dek.."
"Jangan panggil gue adek! Gue masih belum percaya kalo loe itu bener - bener kakak gue! Ngerti?" potong Iyan.
Sampai kapan dek kamu kayak gini? Ryan bertanya dalam hati.
"Oke. Yan, sekarang aku mau tanya. Kenapa kamu pulang malam - malam kaya gini? Kamu kemana aja? Aku cari kemana - mana nggak ketemu."
"Gue nggak kemana - mana. Gue cuma pergi maen ke rumah temen kok!" kata Iyan.
"Iya, aku ngerti, Yan. Tapi main ke rumah temen masa' sampai tengah malam kayak gini sih? Malam hari tu banyak orang - orang jahat yang berkeliaran. Kalau kamu kenapa - kenapa gimana?"
"Sok khawatir loe! Gue bukan anak kecil tau! Loe ngerti, kan?!" bentak Iyan.
"Yan, kamu kan masih butuh perawatan. Jelas aku sebagai kakakmu merasa khawatir. Karena kamu adalah adikku satu - satunya."
"Kan udah gue bilang, kalo gue ga percaya loe tuh kakak gue! Loe nggak usah sok ngatur - ngatur gue deh! Inget itu, Ryan!"
Baru kali ini Ryan mendengar Iyan memanggilnya dengan hanya nama. Iyan juga begitu kasar.
"Kamu udah bener - bener keterlaluan, Yan. Sekarang, masuk kamarmu dan tidur! Kita bicarain hal ini lagi besok pagi." Kata Ryan.
"Huh!" Iyan masuk kamar dengan malas.
* * *
Saat Iyan mengetahui bahwa Ryan telah tidur, Iyan lari dari rumah. Ia tidak ingin diatur - atur lagi, ia tidak tahan.
Paginya, Ryan kaget karena Iyan tidak ada di kamarnya. Ryan mencari - cari Iyan kemana - mana. Lysa juga membantu mencari Iyan. Namun, mereka tidak berhasil menemukan Iyan. Mereka mencari jalan lain dengan memasang kertas pengumuman tentang hilangnya Iyan. Namun usaha itu tetap sia - sia.
Dalam pelariannya, Iyan menjadi tambah parah. Ia bergabung dengan preman - preman, dengan ketua bernama Jank, yang sering merampok dan naik motor ugal - ugalan. Lebih dari itu, Iyan juga kerap melakukan kejahatan lain seperti mencopet.
* * *
Suatu hari, Iyan bersama preman - preman komplotannya itu sedang menyusuri jalanan yang jauh dari rumah penduduk. Saat Iyan hendak melangkah, tiba - tiba kakinya menyandung kaki Jank dan menyebabkan Jank jatuh.
"Ah, sori! Gue nggak sengaja!" Iyan meminta maaf.
"Eh, loe tu punya maksud apa sih ke gue? Loe nggak nyadar apa kalo gue sakit gini, ha?! Loe tu anak baru di sini, jangan ngelunjak deh!" kata Jank dengan marah dan disambut oleh anggukan preman - preman lain.
"Heh, gue kan udah minta maaf! Gue nggak sengaja! Pas gue mau jalan, eh, loe tiba - tiba aja dateng ke depan gue. Gimana kaki gue nggak nyandung apa kalo situasinya kaya gitu?!" Iyan berkata. Kali ini dengan marah.
"Dasar anak baru! Eh, temen - temen, enaknya kita apain nih anak biar dia kapok?" kata Jank. Preman - preman lain juga terlihat marah.
"Gebukin! Gebukin! Gebukin!" preman - preman lain berteriak mengusulkan.
Belum sempat Iyan menghindar, preman - preman itu langsung menyerbu Iyan dan mengeroyok dirinya. Iyan kesakitan, karena preman - preman itu memukulnya tanpa belas kasihan. Iyan tak bisa melawan, jumlah mereka terlalu banyak.
Saat itu Ryan baru pulang dari rumah temannya. Karena jalan yang biasa ia lewati ditutup, maka ia melewati jalan sepi tempat Iyan dikeroyok itu. Ryan melihat preman - preman yang sedang mengeroyok orang. Tampak sekilas wajah Iyan yang kewalahan, Ryan langsung dapat mengenalinya.
"Iyan?" Ryan kaget karena setelah dilihat dengan seksama, orang itu benar - benar Iyan. Melihat adiknya dikeroyok, Ryan langsung datang dan menengahi mereka.
"Hei, kalian apa - apaan sih mukulin dia? Berhenti kalian!" Ryan berusaha meminta.
"Argh, minggir loe! Ngaggu aja!" kata salah seorang preman sambil mendorong Ryan sampai jatuh.
Ryan langsung maju lagi untuk melindungi Iyan. Dipeluknya tubuh Iyan agar Iyan tidak terkena pukulan preman - preman itu lagi. Iyan memang tidak terkena pukulan preman - preman itu lagi. Tapi sebagai gantinya, Ryan yang terkena pukulan itu.
Ryan tetap berusaha untuk melindungi Iyan. Tapi preman - preman itu terlalu kejam. Akibatnya, Ryan sempat pingsan karena mereka sudah keterlaluan. Sedangkan Iyan yang sudah tidak berdaya itu dibawa oleh preman - preman itu ke suatu tempat sepi yang tak jauh dari sana. Di sana, Iyan dipojokkan oleh Jank. Jank mengambil pisau lipat di sakunya dan langsung menghunuskan pisau itu ke arah Iyan.
JLEEB!!
Namun apa yang terjadi? Tiba - tiba di depan Jank, bukanlah Iyan yang berdiri, melainkan Ryan! Sekali lagi, Ryan telah melindungi Iyan! Ryan jatuh, lemas, karena pisau itu telah terlanjur menusuk badannya. Jank kaget karena yang ditusuknya itu bukan Iyan. Setelah mengambil pisau yang menusuk badan Ryan, ia bersama anak buahnya langsung melarikan diri sebelum ada orang yang mengetahui hal itu.
Iyan yang melihat kejadian itu langsung shock. Tidak lama kemudian Iyan merasakan bahwa ingatannya telah kembali. Iyan berusaha minta tolong. Sayangnya, tidak ada satupun orang yang mendengarnya. Iyan bingung, apa yang harus dia lakukan agar bisa menolong kakaknya. Rumah sakit berada berpuluh - puluh kilometer dari tempat itu. Tidak ada juga alat untuk menelepon.
"Iyan.."
Ryan terkejut karena ada yang memanggilnya. Ternyata yang memanggilnya itu adalah Ryan. Iyan segera menghampiri kakaknya yang sudah bersimbah darah itu.
"Kak Ryan.."
"Dek, kakak merasa, waktu kakak udah nggak lama lagi dek.." Ryan berkata pelan.
Iyan tidak terima Ryan berkata seperti itu. Ia langsung menggenggam tangan Ryan.
"Kak Ryan, kakak yang kuat ya.. Sebentar lagi pasti akan ada bantuan." Kata Iyan menyemangati. "Kak, Iyan minta maaf. Iyan udah sering bikin kakak repot, sering bikin kakak marah. Iyan udah sering kasar ama kakak. Iyan udah jahat sama kakak. Dan gara - gara Iyan, kakak jadi kayak gini.. Iyan benar - benar menyesal.." lanjut Iyan dengan nada memelas.
"Nggak apa - apa, Dek. Kakak udah maafin kamu dari dulu. Maafin kakak juga ya, Dek. Kakak sering buat kamu jengkel karena sering ngatur - ngatur kamu." kata Ryan.
"Nggak, kak Ryan nggak salah. Sekarang Iyan ngerti, kak Ryan melakukan itu biar ingatan Iyan kembali. Kakak bener kok melakukan hal itu. Cuma Iyan aja yang nggak mau nurut.." ucap Iyan.
Ryan tersenyum.
"Sekarang Iyan udah inget semuanya! Iyan udah inget hal - hal yang pernah kita lakuin bersama! Saat nyanyi. Semuanya! Dan.." Iyan berhenti sejenak. "Kak, Iyan pingin nyanyi bareng kak Ryan lagi.." pinta Iyan.
"Dek, terus kejar mimpimu untuk menjadi penyanyi profesional. Jangan berhenti di tengah jalan. Kakak yakin, tanpa kehadiran kakak, kamu tetap bisa." Pesan Ryan.
"Iyan janji, kak.. Iyan nggak akan ngecewain kakak." Janji Iyan.
Ryan kembali tersenyum. Namun, dia terlihat sangat lemas sekarang. Lemas, lemas, dan sampai akhirnya ia menutup matanya.
"Kak Ryan!!!" Iyan panik.
Iyan mencoba berteriak minta tolong lagi. Beruntung, kali ini ada orang yang mendengarnya dan lansung memanggil ambulan.
* * *
Di ambulan..
"Kak Ryan.. hikshiks.." Iyan menangis.
Greepp!
Iyan dikejutkan oleh tangan yang tiba - tiba menggenggam tangannya. Ternyata itu adalah tangan Ryan! Ryan telah sadar kembali.
"Kak Ryan?! Kak, kakak udah sadar?" Iyan bertanya.
"Ya.." kata Ryan sambil mengangguk "Dek, kalau kakak pergi hari ini juga, kamu jangan sedih ya. Kakak janji, kakak akan menjaga dan mengawasi adik, meski kita berada di dunia yang berbeda."
Kata - kata Ryan tersebut membuat Iyan semakin sedih dan menangis. Iyan memeluk Ryan.
"Iyan sayang Kak Ryan.. Kakak jangan pergi. Iyan nggak mau kehilangan kakak..!" kata Iyan.
Ryan tersenyum..
"Jangan sedih, Dek.. Kakak udah nggak kuat lagi. Biarkan kakak pergi. Kak Ryan juga sayang adek Iyan.."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Iyan kembali lemas. Tangannya yang menggenggam tangan Iyan mulai merenggang dan akhirnya jatuh lemas. Ryan menutup matanya. Dan seketika itu juga, Ryan menghembuskan nafas terakhirnya.
"Kak Ryan!!! Kak! Jangan tinggalin Iyan, kak! Kak.."
Iyan panik dan mengguncang - guncangkan tubuh Ryan. Namun, Ryan tak juga bergerak. Ryan telah benar - benar pergi untuk selamanya.
* * *
1 tahun kemudian..
Iyan berjalan menyusuri area pemakaman umum di kotanya. Iyan berhenti di sebuah makam. Ia langsung membersihkan rumput - rumput liar di makam itu dan menaburkan bunga di atasnya. Lalu, ia menyentuh batu nisan bertuliskan nama Ryan Hanggana itu.
"Kak Ryan.. Iyan kangen kakak.." kata Iyan pelan.
Tiba - tiba berhembuslah angin yang cukup kencang. Iyan merasa bahwa kakaknya sedang melihatnya sekarang. Tak terasa air mata Iyan jatuh membasahi pipinya. Kembali Iyan menyentuh batu nisan itu.
"Iyan sayang kakak.."
Iyan pergi meninggalkan makam itu dan masuk ke sebuah mobil mewah yang telah menunggunya dari tadi.
"Yan, setelah ini kita langsung ke bandara dan berangkat ke Malaysia kan?!" Kata Lysa, yang telah menjadi manajer Iyan sekarang.
Ya, Iyan telah menjadi penyanyi profesional sekarang. Ia sudah bisa menepati janjinya kepada Ryan untuk tetap meneruskan mimpinya. Dan saat ini ia dan Lysa sedang menuju ke tempat shownya di Malaysia. Tanpa disadari, Ryan melihat adiknya yang sudah sukses itu dari alamnya.
"Kamu sudah hebat sekarang, Adikku Iyan."
Ryan tersenyum damai..
Cerita ini hanya fiktif belaka. Tiba2 aja muncul dalam khayalanku. Buat yang nama ataupun kisahnya sama ama cerita ini, maaf yap..
Jadi sementara judulnya : "Ryan dan Iyan"
Ryan Hanggana dan Iyan Ramdhana, sepasang kakak beradik yang sama - sama seorang penyanyi lokal. Sama - sama mempunyai suara yang bagus dan terkenal di kalangan sekitarnya. Mempunyai mimpi, suatu saat nanti mereka akan menjadi penyanyi yang profesional yang terkenal dimana - mana.
Mereka mempunyai watak yang berbeda. Ryan; kakak yang dewasa, penurut, dan mandiri. Sedangkan Iyan; adik yang kekanak - kanakan, polos, manja, namun tidak nakal. Selisih umur mereka 3th, Ryan 19 dan Iyan 16. Meski begitu mereka tetap akur.
* * *
Suatu hari yang cerah, Ryan menerima surat panggilan untuk tampil menyanyi di suatu restoran ternama. Mereka mengundang Ryan dan Iyan untuk tampil duet. Setelah membaca semua isi surat itu, Ryan memberikannya kepada Iyan.
"Dek, nih, ada panggilan nyanyi" Ryan berkata pada Iyan.
"..." Iyan membaca dalam hati. "Wah kak, kita manggung bareng dong! Khan yang diundang kita berdua dan duet!" Kata Iyan semangat.
"Iya." Kata Ryan sambil mengangguk.
"Asyiik!!!!!" Iyan melompat - lompat senang.
"Nah, berhubung acaranya tuh minggu depan, kita siapin aja lagu yang pas buat duet. Mmm.. Apa yah?" kata Ryan.
"Mmm.. Lagu apa ya..? Oh, ngerti! Lagu Andai Dia Tahu dari Kahitna itu aja. Gimana? Lagu ntu kan lagu favorit kita!" Iyan mengusulkan.
"Okey, Bol-Ju!" kata Ryan. Iyan bengong. "Woi! Kok bengong? Kesambet loh nanti!" kata Ryan mengagetkan Iyan.
"Ah kak Ryan ngagetin aja nih! Aku lagi liatin halaman tadi. Kayak ada sesuatu yang lewat gitu. Pake baju putih. Hantu ya?" tanya Iyan polos.
"Ah, masa siang - siang gini ada hantu?" jawab Ryan. "Hei dek, di belakangmu tuh hantunya!"
"Hai.." sapa sosok yang berada di belakang Iyan.
"Hyaa!!!!" Iyan kaget, loncat, dan akhirnya jatuh.
"Wkwkwkwkwk..." Ryan menahan tawanya.
"Lho Iyan, kok kamu kaget liat aku? Kaya liat hantu aja nih!" kata sosok itu lagi.
"Lysa?" kata Iyan kaget. "Kamu emang kayak hantu! Kayak kuntilanak merah!"
"Yee... bajuku kan putih! Dasar tulalit!" kata sosok bernama Lysa itu. Lysa adalah sahabat Ryan dan Iyan sejak kecil. Lysa yang sebaya dengan Iyan ini memang suka usil. Sering banget bikin Iyan jengkel karena Iyan-lah sasaran empuk keusilannya. Dan Ryan menjadi penengah mereka saat sedang bertengkar. Yaiyalah, secara Ryan tuh yang lebih dewasa dari mereka berdua. Jadi sarang curhat juga.
"Udah dong! Eh Lys, ngapain kamu ke sini?" ucap Ryan.
"Aku mau ngasih ini buat kalian berdua." Kata Lysa sambil menyerahkan bungkusan hitam ke Ryan. "Semoga senang!"
"Apaan tuh?" kata Iyan langsung menyambar bungkusan itu dan membukanya. "Waah.. Handphone! Ada dua lagi! Tapi kok kecil banget siy?"
"Dasar, itutuh iPod tau! Gaptek banget!" kata Lysa.
"Huh, ngejek aku lagi!" kata Iyan sambil manyun.
"Eeeh.. Kok ribut lagi! Makasih ya Lys buat iPod-nya" kata Ryan.
"Iya kak, sama - sama. Kan kalian penyanyi, pasti butuh dong alat itu. Eh ya, nggak sengaja nguping nih. Kalian mau manggung minggu depan?"
"Dasar tukang nguping!" kata Iyan sewot.
"Heh, Iyan. Iya Lys. Aku sama Iyan mau manggung di restoran gedhe. Ikut liat ya?"
"Duh, minggu depan aku nggak bisa kak. Ada janji ama temen.."
"Sayang kamu ga bisa dateng Lys! Sayang banget! Aku sama kak Ryan bakal duet heboh! Nyesel deh kalo sampe kamu nggak liat! Apalagi restorannya tuh restoran terkenal lo! Apa - apa mewah! Yang pasti bakal seru banget!" jelas Iyan panjang lebar.
"Huh, biarin!" Lysa cemberut. "Yaudah deh, aku mau pulang aja. Ya?"
"Bye.." kata Ryan dan Iyan bersamaan.
* * *
Tibalah hari H-nya. Setelah setengah jam ribut soal baju yang akan dipakai akhirnya mereka berangkat.
"Hati - hati, ya!" pesan Lysa sebelum mereka berangkat.
Setelah sampai di tempat manggung, Ryan dan Iyan duduk - duduk sebentar. Iyan sempat melihat wajah Ryan yang sedikit pucat.
"Kak, kok agak pucat sih? Kenapa?" tanya Iyan.
"Aku pucat ya, Dek?" jawab Ryan lalu mengaca. "Eh, bener. Nggak tau yah, Dek. Nggak tau kenapa perasaan kakak nggak enak."
"Mau ada pencuri kali di rumah!" kata Iyan ngawur.
"Hush, jangan ngaco kamu! Udahlah, bentar lagi kita kan manggung. Lebih baik nenangin diri biar nanti nggak grogi."
Sekitar 10 menit menunggu, akhirnya mereka manggung. Mereka menyanyi dengan sangat baik, interaksi ke penonton juga baik.
Saat pertengahan lagu, tiba - tiba ada seseorang yang keserempet kabel lampu panggung. Hal itu menyebabkan lampu panggung yang berada tepat di bawah tempat Iyan berdiri jatuh, lalu mengenai kepala Iyan. Iyan jatuh, dengan kepala yang bersimbah darah. Melihat hal itu, Ryan langsung membawa adiknya itu masuk ke mobilnya. Ryan langsung ngebut, menuju ke rumah sakit terdekat. Di juga langsung menghubungi Lysa dan menceritakan semuanya kepada Lysa. Dia juga menyuruh Lysa untuk ke rumah sakit secepatnya.
Di rumah sakit, dokter beserta timnya langsung memeriksa lalu mengoperasi Iyan. Ryan sempat melihat betapa tegangnya para dokter itu waktu mengoperasi Iyan.
"Dek, yang kuat ya." Kata Ryan lirih.
Terdengar langkah kaki seseorang menuju ruang tunggu operasi. Ternyata itu adalah langkah kaki Lysa.
"Kak, gimana Iyan?" tanya Lysa.
Ryan hanya terdiam, menundukkan kepala.
"Gimana Iyan, Kak? Jawab kak!" tanya Lysa lagi.
"Iyan.. dia masih dioperasi, Lys. Aku tegang banget. Dia tadi kelihatan sakit banget. Aku takut kalo dia.."
"Kak, kakak harus optimis ya. Kakak harus yakin bahwa Iyan bisa sembuh." Potong Lysa.
"Iya, Lys.."
Sekitar 1 jam, operasi selesai. Dokter menyatakan bahwa ada urat dalam kepala Iyan yang sempat rusak. Sekarang hanya tinggal menunggu Iyan sadar untuk bisa mengetahui keadaan Iyan. Dan saat itu, diperbolehkan untuk melihat Iyan di kamarnya.
Ryan masuk ke kamar Iyan, sedangkan Lysa menunggu di luar karena hanya boleh satu orang yang masuk.
Di kamar, Ryan melihat Iyan yang masih belum sadar. Kepalanya dibalut oleh perban. Ryan melihat hal itu langsung sedih.
"Dek, kamu yang kuat ya. Kakak akan di sini buat nemenin kamu. Kamu cepet sadar ya.." ucap Ryan. Lalu duduk di samping Iyan. Tidak terasa, ia tertidur.
Sekitar 5 jam, Iyan akhirnya sadar. Ryan yang menyadarinya langsung bangun.
"Dek, kamu udah sadar?" tanya Ryan.
Sejenak, Iyan melihat ruangan tempat ia dirawat itu.
"Ini di mana? Aku kenapa?" tanya Iyan lemas.
"Ini di rumah sakit. Kepalamu tadi terkena lampu dan bocor, jadi kamu dirawat di sini. Kamu nggak apa - apa kan, Dek?"
Iyan melihat Ryan dengan heran.
"Kamu siapa?" tanya Iyan yang disambut oleh kekagetan Ryan.
"Kamu nggak kenal aku, Dek? Aku kakakmu! Ka..kamu nggak inget?"
Iyan hanya menggeleng. "Aku siapa?"
"Ya ampun, Dek. Kamu kenapa? Kamu Iyan, adek aku!" kata Ryan. Lalu ia langsung memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Iyan.
Setelah beberapa menit akhirnya dokter berhasil mengetahui bagaimana keadaan Iyan sekarang. Dokter menyatakan bahwa Iyan menderita amnesia. Ryan dan Lysa langsung shock mendengar hal itu.
* * *
Cahaya matahari pagi masuk ke dalam kamar Iyan di rumah sakit. Ryan menyibakkan kelambu kemudian membangunkan Iyan.
"Bangun, Dek. Udah pagi." Kata Ryan yang membuat Iyan bangun.
Setelah sarapan, Iyan berbicara kepada Ryan.
"Masa' kamu kakak aku sih?" tanya Iyan.
"Ya ampun, Dek. Iya, ini kakakmu." Jawab Ryan.
Iyan mencoba mengingat - ingat. Namun hal itu malah membuatnya pusing.
"Udah, Dek. Nggak usah dipaksa. Nanti kamu juga inget - inget sendiri." Ujar Ryan.
"Aku masih belum percaya kalau kamu itu kakakku." Kata Iyan.
Kenapa kamu kayak gini, Dek.. Kakak ingin kamu cepet mengingat semuanya. Kakak pingin kamu ingat, kalau aku itu kakakmu. Biar kita bisa melakukan hal - hal bersama kayak dulu lagi. Cepet sembuh, Dek.. Kata Ryan dalam hati.
"Dek, sekarang kamu istirahat ya. Biar cepet sembuh." Kata Ryan.
Iyan hanya diam saja dan melihat Ryan dengan heran.
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara orang yang mengetuk pintu kamar Iyan. Ryan segera membukanya. Ternyata itu adalah Lysa. Lysa datang untuk menjenguk Iyan.
"Hai Iyan! Hai Kak Ryan!" sapa Lysa. "Aku bawain ini nih buat kalian, terutama buat Iyan. Buah - buahan special! Dimakan ya.."
"Makasih ya Lys." Kata Ryan.
Iyan hanya memandang ke luar jendela lewat tempat tidurnya. Hanya diam, seakan - akan Ryan dan Lysa adalah orang yang asing baginya.
"Yan? Kok diam aja sih? Ada apa?" tanya Lysa.
"Nggak.. Aku ngerasa nggak nyaman aja kalau kalian ada di sini. Kalian orang - orang yang nggak aku kenal." Kata Iyan dengan judes.
Ryan dan Lysa terdiam. Mereka tidak menyangka kalau sekarang Iyan menjadi seperti itu.
"Yan, kamu jangan ngomong kayak gitu dong! Kami ini sahabatmu. Lebih - lebih Kak Ryan, dia itu kakakmu! Kamu boleh belum ingat kami, tapi tolong, jangan ngomong kayak gitu sama kakakmu!" kata Lysa.
"Sudah aku bilang, aku masih belum percaya dia itu kakakku!" bentak Iyan.
"Iyan!" kata Lysa.
"Udah Lys, nggak apa - apa. Aku yakin kok, suatu saat Iyan akan mengingat semuanya. Nggak usah dipaksain, nanti malah sakit." Kata Ryan tenang.
"Yaudah, Dek. Kita akan keluar kalau kamu belum merasa nyaman bersama kami. Kamu istirahat ya. Biar cepet sembuh." Kata Ryan lagi.
Iyan hanya diam. Lagi - lagi ia hanya memandang ke luar jendela. Tidak menganggap sama sekali pesan Ryan tadi.
* * *
Setelah beberapa hari, Iyan diperbolehkan pulang. Entah kenapa, akibat amnesia yang diderita Iyan itu membuat sikapnya berubah. Ia menjadi nakal, suka membantah, dan benar - benar liar. Dan sampai sekarang, Iyan masih belum percaya bahwa Ryan adalah kakaknya.
* * *
Suatu malam, Iyan baru pulang dari jalan - jalan. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam.
"Iyan!" panggil Ryan.
"Apaan sih?! Kalau mau manggil, manggil aja dong! Nggak usah pake teriak - teriak kaya gitu! Sakit tau kuping gue!" Iyan menjawab dengan kasar.
"Dek.."
"Jangan panggil gue adek! Gue masih belum percaya kalo loe itu bener - bener kakak gue! Ngerti?" potong Iyan.
Sampai kapan dek kamu kayak gini? Ryan bertanya dalam hati.
"Oke. Yan, sekarang aku mau tanya. Kenapa kamu pulang malam - malam kaya gini? Kamu kemana aja? Aku cari kemana - mana nggak ketemu."
"Gue nggak kemana - mana. Gue cuma pergi maen ke rumah temen kok!" kata Iyan.
"Iya, aku ngerti, Yan. Tapi main ke rumah temen masa' sampai tengah malam kayak gini sih? Malam hari tu banyak orang - orang jahat yang berkeliaran. Kalau kamu kenapa - kenapa gimana?"
"Sok khawatir loe! Gue bukan anak kecil tau! Loe ngerti, kan?!" bentak Iyan.
"Yan, kamu kan masih butuh perawatan. Jelas aku sebagai kakakmu merasa khawatir. Karena kamu adalah adikku satu - satunya."
"Kan udah gue bilang, kalo gue ga percaya loe tuh kakak gue! Loe nggak usah sok ngatur - ngatur gue deh! Inget itu, Ryan!"
Baru kali ini Ryan mendengar Iyan memanggilnya dengan hanya nama. Iyan juga begitu kasar.
"Kamu udah bener - bener keterlaluan, Yan. Sekarang, masuk kamarmu dan tidur! Kita bicarain hal ini lagi besok pagi." Kata Ryan.
"Huh!" Iyan masuk kamar dengan malas.
* * *
Saat Iyan mengetahui bahwa Ryan telah tidur, Iyan lari dari rumah. Ia tidak ingin diatur - atur lagi, ia tidak tahan.
Paginya, Ryan kaget karena Iyan tidak ada di kamarnya. Ryan mencari - cari Iyan kemana - mana. Lysa juga membantu mencari Iyan. Namun, mereka tidak berhasil menemukan Iyan. Mereka mencari jalan lain dengan memasang kertas pengumuman tentang hilangnya Iyan. Namun usaha itu tetap sia - sia.
Dalam pelariannya, Iyan menjadi tambah parah. Ia bergabung dengan preman - preman, dengan ketua bernama Jank, yang sering merampok dan naik motor ugal - ugalan. Lebih dari itu, Iyan juga kerap melakukan kejahatan lain seperti mencopet.
* * *
Suatu hari, Iyan bersama preman - preman komplotannya itu sedang menyusuri jalanan yang jauh dari rumah penduduk. Saat Iyan hendak melangkah, tiba - tiba kakinya menyandung kaki Jank dan menyebabkan Jank jatuh.
"Ah, sori! Gue nggak sengaja!" Iyan meminta maaf.
"Eh, loe tu punya maksud apa sih ke gue? Loe nggak nyadar apa kalo gue sakit gini, ha?! Loe tu anak baru di sini, jangan ngelunjak deh!" kata Jank dengan marah dan disambut oleh anggukan preman - preman lain.
"Heh, gue kan udah minta maaf! Gue nggak sengaja! Pas gue mau jalan, eh, loe tiba - tiba aja dateng ke depan gue. Gimana kaki gue nggak nyandung apa kalo situasinya kaya gitu?!" Iyan berkata. Kali ini dengan marah.
"Dasar anak baru! Eh, temen - temen, enaknya kita apain nih anak biar dia kapok?" kata Jank. Preman - preman lain juga terlihat marah.
"Gebukin! Gebukin! Gebukin!" preman - preman lain berteriak mengusulkan.
Belum sempat Iyan menghindar, preman - preman itu langsung menyerbu Iyan dan mengeroyok dirinya. Iyan kesakitan, karena preman - preman itu memukulnya tanpa belas kasihan. Iyan tak bisa melawan, jumlah mereka terlalu banyak.
Saat itu Ryan baru pulang dari rumah temannya. Karena jalan yang biasa ia lewati ditutup, maka ia melewati jalan sepi tempat Iyan dikeroyok itu. Ryan melihat preman - preman yang sedang mengeroyok orang. Tampak sekilas wajah Iyan yang kewalahan, Ryan langsung dapat mengenalinya.
"Iyan?" Ryan kaget karena setelah dilihat dengan seksama, orang itu benar - benar Iyan. Melihat adiknya dikeroyok, Ryan langsung datang dan menengahi mereka.
"Hei, kalian apa - apaan sih mukulin dia? Berhenti kalian!" Ryan berusaha meminta.
"Argh, minggir loe! Ngaggu aja!" kata salah seorang preman sambil mendorong Ryan sampai jatuh.
Ryan langsung maju lagi untuk melindungi Iyan. Dipeluknya tubuh Iyan agar Iyan tidak terkena pukulan preman - preman itu lagi. Iyan memang tidak terkena pukulan preman - preman itu lagi. Tapi sebagai gantinya, Ryan yang terkena pukulan itu.
Ryan tetap berusaha untuk melindungi Iyan. Tapi preman - preman itu terlalu kejam. Akibatnya, Ryan sempat pingsan karena mereka sudah keterlaluan. Sedangkan Iyan yang sudah tidak berdaya itu dibawa oleh preman - preman itu ke suatu tempat sepi yang tak jauh dari sana. Di sana, Iyan dipojokkan oleh Jank. Jank mengambil pisau lipat di sakunya dan langsung menghunuskan pisau itu ke arah Iyan.
JLEEB!!
Namun apa yang terjadi? Tiba - tiba di depan Jank, bukanlah Iyan yang berdiri, melainkan Ryan! Sekali lagi, Ryan telah melindungi Iyan! Ryan jatuh, lemas, karena pisau itu telah terlanjur menusuk badannya. Jank kaget karena yang ditusuknya itu bukan Iyan. Setelah mengambil pisau yang menusuk badan Ryan, ia bersama anak buahnya langsung melarikan diri sebelum ada orang yang mengetahui hal itu.
Iyan yang melihat kejadian itu langsung shock. Tidak lama kemudian Iyan merasakan bahwa ingatannya telah kembali. Iyan berusaha minta tolong. Sayangnya, tidak ada satupun orang yang mendengarnya. Iyan bingung, apa yang harus dia lakukan agar bisa menolong kakaknya. Rumah sakit berada berpuluh - puluh kilometer dari tempat itu. Tidak ada juga alat untuk menelepon.
"Iyan.."
Ryan terkejut karena ada yang memanggilnya. Ternyata yang memanggilnya itu adalah Ryan. Iyan segera menghampiri kakaknya yang sudah bersimbah darah itu.
"Kak Ryan.."
"Dek, kakak merasa, waktu kakak udah nggak lama lagi dek.." Ryan berkata pelan.
Iyan tidak terima Ryan berkata seperti itu. Ia langsung menggenggam tangan Ryan.
"Kak Ryan, kakak yang kuat ya.. Sebentar lagi pasti akan ada bantuan." Kata Iyan menyemangati. "Kak, Iyan minta maaf. Iyan udah sering bikin kakak repot, sering bikin kakak marah. Iyan udah sering kasar ama kakak. Iyan udah jahat sama kakak. Dan gara - gara Iyan, kakak jadi kayak gini.. Iyan benar - benar menyesal.." lanjut Iyan dengan nada memelas.
"Nggak apa - apa, Dek. Kakak udah maafin kamu dari dulu. Maafin kakak juga ya, Dek. Kakak sering buat kamu jengkel karena sering ngatur - ngatur kamu." kata Ryan.
"Nggak, kak Ryan nggak salah. Sekarang Iyan ngerti, kak Ryan melakukan itu biar ingatan Iyan kembali. Kakak bener kok melakukan hal itu. Cuma Iyan aja yang nggak mau nurut.." ucap Iyan.
Ryan tersenyum.
"Sekarang Iyan udah inget semuanya! Iyan udah inget hal - hal yang pernah kita lakuin bersama! Saat nyanyi. Semuanya! Dan.." Iyan berhenti sejenak. "Kak, Iyan pingin nyanyi bareng kak Ryan lagi.." pinta Iyan.
"Dek, terus kejar mimpimu untuk menjadi penyanyi profesional. Jangan berhenti di tengah jalan. Kakak yakin, tanpa kehadiran kakak, kamu tetap bisa." Pesan Ryan.
"Iyan janji, kak.. Iyan nggak akan ngecewain kakak." Janji Iyan.
Ryan kembali tersenyum. Namun, dia terlihat sangat lemas sekarang. Lemas, lemas, dan sampai akhirnya ia menutup matanya.
"Kak Ryan!!!" Iyan panik.
Iyan mencoba berteriak minta tolong lagi. Beruntung, kali ini ada orang yang mendengarnya dan lansung memanggil ambulan.
* * *
Di ambulan..
"Kak Ryan.. hikshiks.." Iyan menangis.
Greepp!
Iyan dikejutkan oleh tangan yang tiba - tiba menggenggam tangannya. Ternyata itu adalah tangan Ryan! Ryan telah sadar kembali.
"Kak Ryan?! Kak, kakak udah sadar?" Iyan bertanya.
"Ya.." kata Ryan sambil mengangguk "Dek, kalau kakak pergi hari ini juga, kamu jangan sedih ya. Kakak janji, kakak akan menjaga dan mengawasi adik, meski kita berada di dunia yang berbeda."
Kata - kata Ryan tersebut membuat Iyan semakin sedih dan menangis. Iyan memeluk Ryan.
"Iyan sayang Kak Ryan.. Kakak jangan pergi. Iyan nggak mau kehilangan kakak..!" kata Iyan.
Ryan tersenyum..
"Jangan sedih, Dek.. Kakak udah nggak kuat lagi. Biarkan kakak pergi. Kak Ryan juga sayang adek Iyan.."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Iyan kembali lemas. Tangannya yang menggenggam tangan Iyan mulai merenggang dan akhirnya jatuh lemas. Ryan menutup matanya. Dan seketika itu juga, Ryan menghembuskan nafas terakhirnya.
"Kak Ryan!!! Kak! Jangan tinggalin Iyan, kak! Kak.."
Iyan panik dan mengguncang - guncangkan tubuh Ryan. Namun, Ryan tak juga bergerak. Ryan telah benar - benar pergi untuk selamanya.
* * *
1 tahun kemudian..
Iyan berjalan menyusuri area pemakaman umum di kotanya. Iyan berhenti di sebuah makam. Ia langsung membersihkan rumput - rumput liar di makam itu dan menaburkan bunga di atasnya. Lalu, ia menyentuh batu nisan bertuliskan nama Ryan Hanggana itu.
"Kak Ryan.. Iyan kangen kakak.." kata Iyan pelan.
Tiba - tiba berhembuslah angin yang cukup kencang. Iyan merasa bahwa kakaknya sedang melihatnya sekarang. Tak terasa air mata Iyan jatuh membasahi pipinya. Kembali Iyan menyentuh batu nisan itu.
"Iyan sayang kakak.."
Iyan pergi meninggalkan makam itu dan masuk ke sebuah mobil mewah yang telah menunggunya dari tadi.
"Yan, setelah ini kita langsung ke bandara dan berangkat ke Malaysia kan?!" Kata Lysa, yang telah menjadi manajer Iyan sekarang.
Ya, Iyan telah menjadi penyanyi profesional sekarang. Ia sudah bisa menepati janjinya kepada Ryan untuk tetap meneruskan mimpinya. Dan saat ini ia dan Lysa sedang menuju ke tempat shownya di Malaysia. Tanpa disadari, Ryan melihat adiknya yang sudah sukses itu dari alamnya.
"Kamu sudah hebat sekarang, Adikku Iyan."
Ryan tersenyum damai..
Cerita ini hanya fiktif belaka. Tiba2 aja muncul dalam khayalanku. Buat yang nama ataupun kisahnya sama ama cerita ini, maaf yap..
Komentar